Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan pembiayaan berbasis teknologi, PT Home Credit Indonesia (Home Credit) menyatakan pihaknya akan terus memperluas jangkauan produk Buy Now Pay Later (BNPL) di tengah masifnya penggunaan produk, namun dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
CEO dan Executive Director Home Credit International Radek Pluhar menuturkan bahwa pada prinsipnya, produk BNPL milik Home Credit atau Home Credit BayarNanti hanya diperuntukkan bagi pelanggan terpilih atau pelanggan eksisting. Hal tersebut mengingat pinjaman pay later ini bukan merupakan produk utama perusahaan.
Radek menjelaskan bahwa keputusan tersebut dilakukan sebagai bagian dari prinsip pembiayaan yang bertanggung jawab yang diterapkan perusahaan. Artinya, lanjutnya, pelanggan Home Credit memiliki peluang untuk mendapatkan pinjaman maupun tidak.
“Kami akan memperluas jangkauan [pay later] dan misiya adalah pengguna pay later ini juga terus bertumbuh, bukan berarti semua orang bisa menggunakan fasilitas ini, terutama bagi mereka yang memiliki track record yang kurang baik di Biro Kredit,” kata Radek dalam sesi wawancara terbatas bersama media di Pand’Or, Jakarta, Rabu (8/3/2023).
Selain di Indonesia, Radek menyampaikan bahwa fasilitas pinjaman Home Credit pay later juga tersedia di beberapa negara, seperti China dan Filipina. Teranyar, fasilitas pinjaman ini juga meluncur di Vietnam pada dua bulan yang lalu.
“Tapi tidak semua customer mendapatkan penawaran pay later, ada kesempatan juga [customer] ditolak karena kita mau menekankan pada pembiayaan yang bertanggung jawab,” jelasnya,
Baca Juga
Lulusan magister Universitas Charles di Praha itu menyebut bahwa fasilitas pinjaman pay later milik Home Credit merupakan kombinasi data yang didapat dari Biro Kredit guna melihat riwayat kredit sebelum memberikan produk pinjaman atau kredit kepada calon pelanggan.
Tercatat, sepanjang 2022, fasilitas pinjaman Home Credit BayarNanti (pay later) telah mencapai 1 juta transaksi. Sementara itu, volume pembiayaan Home Credit mencapai Rp8,4 triliun pada 2022, atau naik 27 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dari semula Rp6,6 triliun.