Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa tingkat suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) saat ini sebesar 5,75 persen telah memadai untuk menurunkan inflasi ke target 2-4 persen.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa arah kebijakan suku bunga acuan didasarkan pada ekspektasi dan proyeksi inflasi ke depan, serta imbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Jadi tidak one to one direction and correlation dengan FFR [Fed Funds Rate]. Kita punya otonomi dalam kebijakan moneter kita,” katanya dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur, Kamis (16/3/2023).
Dalam hal ini, Perry menyampaikan bahwa laju inflasi di dalam negeri telah turun lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Selain itu, inflasi inti juga masih terkendali pada tingkat di bawah 4 persen.
Pada Februari 2023, BI mencatat inflasi inti terus melambat menjadi 3,09 persen secara tahunan, yang dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi yang menurun, tekanan imported inflation yang terkendali, dan pasokan agregat yang memadai dalam merespons kenaikan permintaan.
Perry juga memperkirakan, tingkat inflasi inti akan tetap terjaga pada kisaran 2 hingga 4 persen pada semester I/2023, sementara inflasi umum akan turun ke tingkat 2 hingga 4 persen pada semester II/2023.
Baca Juga
“Sehingga sebagai dasar pertimbangjkan kenaikan suku bunga ya sudah tidak perlu lagi. Kenapa disebut memadai? Karena inflasi inti sudah di sektitar 3 persen dan kta terus jaga inflasinya,” jelas Perry.
Pada RDG Maret ini, BI memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan pada tingkat 5,75 persen.
Perry mengatakan, BI akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam pengendalian inflasi, termasuk menyambut periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
Selain itu, kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah juga terus diperkuat guna mengendalikan imported inflation dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global terhadap nilai tukar rupiah.