Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI konsisten memperkuat strategi operasional bisnis yang sehat dan berkelanjutan dengan selalu memantau mitigasi risiko.
Hal tersebut dilakukan agar perseroan memiliki daya tahan dan mampu mengantisipasi berbagai risiko global di tengah tantangan perbankan global.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengungkapkan, dinamika pasar keuangan yang cukup volatile sejak 2008 hingga akhir-akhir ini memang cukup menantang bagi perbankan nasional. Meski demikian, kejatuhan beberapa bank di Amerika tidak lantas berdampak terhadap perbankan di Indonesia.
"Perbankan perlu memiliki strategi yang tepat, baik dari sisi missmacth yang harus dikelola serta risiko konsentrasi pada sisi aset maupun liabilitas. Artinya balance itu, kita harus jaga jangan sampai kita mengalami kesulitan,” ucapnya dalam Virtual Seminar LPPI, Kamis (6/4/2023).
Royke memaparkan, risiko pasar atas investasi harus diperhatikan di mana aset harus memiliki fleksibilitas agar mudah dikelola.
Komunikasi perusahaan kepada pihak eksternal harus dilakukan secara hati-hati karena menyangkut reputasi bank.
Royke berpendapat, setiap perusahaan termasuk bank memiliki tujuan bisnis yang pada dasarnya merujuk pada pertumbuhan aset maupun liabilitas yang berkesinambungan dan market share yang terus tumbuh.
“Jika tidak dikomunikasikan dengan baik akan direspons negatif baik oleh kreditur atau pun investor, jadi di dalam komunikasi ini peran paling penting dalam melakukan komunikasi dan corporate action” paparnya.
Strategi Mitigasi Perbankan
Royke menyebutkan, perbankan juga penting dalam mengelola matching produk dan melakukan mitigasi risiko serta strategi funding terkait diversifikasi produk termasuk asset sales management hingga melakukan stress testing secara rutin atas potensi risiko yang mungkin terjadi.
Royke menyebutkan, aset yang paling mengandung risiko adalah treasury asset yang merupakan bagian dari liquidity management.
"Hal ini harus dilakukan secara optimal dengan menetapkan tujuan awal investasi dengan rancana bank yang telah ditetapkan. Jangan sampai tujuan awal tidak sesuai rencana,” katanya.
Selain itu, kata Royke, perbankan harus selalu memperhatikan kondisi pasar keuangan, sinyal-sinyal di market sehingga mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memperpanjang atau memperpendek durasi investasi.
“Kita mulai melakukan penyesuaian aset dan tenor, bagaimana tingkat ranking likuiditas, kita harus melakukan penyusunan,” kata Royke.
Dia menambahkan, teknikal analisis juga penting untuk dicermati sebelum melakukan penempatan dana dan harus dengan risiko koridor yang terukur sehingga membatasi kerugian yang akan mungkin timbul dari risiko pasar.
“Kesimpulannya liquidity is a king, bagaimana sebuah bank bisa mengelola likuiditas dan memitigasi risiko. Kita benar-benar harus memperhatikan likuiditas bank dan juga harus melakukan perencanaan yang baik,” pungkasnya. (*)