Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prospek Unit-Linked di Tengah Kontraksi Premi Industri Asuransi Jiwa

Asuransi sebagai pendukung bisnis sangat tergantung pada perkembangan perekonomian masyarakat dan negara.
Karyawati beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta. Unit Linked merupakan salah satu sumber utama pertumbuhan bisnis perusahaan asuransi jiwa./ Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta. Unit Linked merupakan salah satu sumber utama pertumbuhan bisnis perusahaan asuransi jiwa./ Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menilai prospek bisnis produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau lebih dikenal dengan sebutan unit-linked di industri asuransi jiwa pada 2023 masih sangat baik.

Prospek itu sejalan dengan adanya Surat Edaran OJK Nomor 5/SEOJK.05/2022 tentang PAYDI (SEOJK PAYDI) dan SEOJK 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.

Praktisi asuransi dan Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Barkah Taim menilai pendapatan premi unit-linked di tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan premi tradisional, meski ada sedikit penurunan secara nasional.

“Hal ini disebabkan masih belum pulihnya kepercayaan masyarakat dan berkurangnya jumlah pemain unit-linked akibat persyaratan minimal ekuitas bagi perusahaan yang akan menjual PAYDI,” kata Abitani kepada Bisnis, Selasa (23/5/2023).

Menurut Abitani, industri perasuransi masih dibayangi tantangan tersendiri pada 2023. Abitani menuturkan bahwa asuransi sebagai pendukung bisnis sangat tergantung pada perkembangan perekonomian masyarakat dan negara.

“Ditambah dengan belum pulihnya kepercayaan terhadap asuransi akibat kasus-kasus asuransi yang belum terselesaikan juga menjadi tantangan di industri ini,” ujarnya.

Sebelumnya, OJK mencatat premi asuransi jiwa mengalami kontraksi hingga 9,81 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Maret 2023. Nominal preminya merosot dari Rp49,72 triliun per Maret 2022 menjadi Rp44,84 triliun per Maret 2023.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan bahwa penurunan premi asuransi jiwa didorong oleh penurunan premi di lini usaha PAYDI alias unit-linked.

Meski demikian, Ogi menyebut normalisasi kinerja pertumbuhan premi dari lini usaha PAYDI tersebut telah diantisipasi oleh OJK dan merupakan bagian dari tahapan reformasi yang dilakukan OJK pada sektor industri asuransi.

“Sehingga pemasaran dan pengelolaan produk asuransi dapat berjalan secara lebih prudent, fair, dan transparan,” ujarnya belum lama ini.

Sementara itu, permodalan di industri asuransi jiwa mencatatkan risk-based capital (RBC) yang jauh di atas threshold, yakni sebesar 460,06 persen pada Maret 2023. Posisi RBC terpantau turun, baik pada Maret 2022 maupun bulan sebelumnya.

Rinciannya, RBC perusahaan asuransi jiwa pada Maret 2022 berada di angka 535,43 persen dan 478,21 persen pada Februari 2023.

“Meskipun RBC dalam tren yang menurun dan RBC beberapa perusahaan asuransi di-monitor ketat, namun secara agregat RBC industri asuransi masih berada di atas threshold sebesar 120 persen,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper