Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) memproyeksikan premi di industri asuransi jiwa masih dibayangi tekanan hingga beberapa bulan ke depan.
Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon menuturkan bahwa industri asuransi jiwa masih bisa bangkit meski beberapa kali mengalami tekanan.
“Sebetulnya industri asuransi jiwa sudah beberapa kali mengalami beberapa kali tekanan dan pada akhirnya bisa menyesuaikan,” kata Budi usai konferensi pers laporan kinerja industri asuransi jiwa kuartal I/2023 di Jakarta, Rabu (24/5/2023).
Budi menuturkan hal itu seiring dengan upaya pemain asuransi jiwa yang masih perlu mengkonsolidasikan dan menyesuaikan ketentuan terkait Surat Edaran OJK Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (SEOJK PAYDI) atau unit-linked.
“Kalau kita melihat kuartal I/2023 [pendapatan premi asuransi jiwa] tertekan 6,9 persen. Mungkin kuartal II masih tertekan, barangkali kuartal III tertekan sedikit, kuartal IV mungkin sudah baik,” ujarnya.
Adapun pada kuartal I/2023, AAJI mencatat total pendapatan premi industri asuransi jiwa turun 6,9 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dari Rp48,99 triliun menjadi Rp45,6 triliun.
Baca Juga
“Pendapatan premi turun, tapi dari jenis produk yang turun adalah unit-linked, dari kanal distribusi yang turun bancassurance agennya, dan dari cara pembayaran yang turun adalah single premium. Jadi secara kombinasi, yang turun itu unit-linked single premium yang dipasarkan lewat bancassurance,” terangnya.
Lebih lanjut, Budi menuturkan tertekannya pendapatan premi pada kuartal I/2023 mengindikasikan target market sudah semakin luas dan produk yang dipasarkan sudah diminati oleh kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Meski demikian, AAJI melaporkan adanya peningkatan pendapatan premi secara weighted yang tumbuh 2 persen yoy dari Rp27,55 triliun menjadi Rp28,1 triliun pada kuartal I/2023.