Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan leasing turut memperhatikan tren kenaikan suku bunga obligasi atau surat utang. Hal tersebut supaya penerbitan obligasi terjaga dengan baik.
Seperti halnya yang diungkapkan oleh Direktur Keuangan Mandiri Tunas Finance (MTF) R. Eryawan Nurhariadi. “Obligasi merupakan salah satu bentuk investasi yang menjanjikan. Namun tren peningkatan suku bunga juga menjadi concern bagi kami agar penerbitan obligasi ini benar-benar terjaga dengan baik,” kata Eryawan kepada Bisnis, Selasa (20/6/2023).
Eryawan menjelaskan bahwa penerbitan yang baru-baru ini dilakukan MTF merupakan salah satu bentuk diversifikasi pendanaan perusahaan. MTF telah merilis Obligasi Berkelanjutan VI Mandiri Tunas Finance Tahap I Tahun 2023 dengan penawaran Rp1 triliun.
Masa penawaran awal dimulai pada 9 Juni sampai dengan 19 Juni 2023. Adapun Obligasi Berkelanjutan VI Mandiri Tunas Finance Tahap I Tahun 2023 ini terdiri dari dua seri, Seri A dan Seri B.
Perinciannya Seri A dengan tenor tiga tahun dengan menawarkan kisaran kupon atau tingkat bunga sebesar 5,8– 6,6 persen dan seri B dengan tenor lima tahun dengan menawarkan kisaran kupon atau tingkat bunga sebesar 6,10– 6,95 persen.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan pendanaan lewat obligasi saat ini lebih menjanjikan ketimbang Initial Public Offering (IPO) atau penerbitan saham. Pasalnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 5 persen.
“Jadi artinya kurang menarik untuk masuk ke pasar modal atau penambahan jumlah efek di sana,” kata kepada Bisnis, Senin (19/6/2023).
Bhima menambahkan penerbitan surat utang lebih rasional meskipun tantangan ke depan bunganya bisa lebih tinggi. Hal tersebut dilihat dari biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menggunakan uang dari sumber pinjaman hingga risiko penyerapan pembiayaan.
Menurut Bhima, daripada menerbitkan saham yang harganya belum tentu menarik lebih baik menerbitkan surat utang. Terlebih saat ini perbankan likuiditasnya sedang gemuk. Menurutnya tren penerbitan obligasi juga meningkat lantaran bank perlu membuang kelebihan pendanaan dengan penawaran bunga yang cukup menarik.
“Jadi bank butuh multifinance juga butuh daripada dananya hanya diparkir di simpanan atau biro wajib minimum,” tuturnya.
Di sisi lain, menurut Bhima, perusahaan multifinance kebutuhannya semakin besar. Pasalnya setelah pandemi, bisnis mulai bergerak lagi untuk sektor penyaluran kredit di berbagai bidang usaha baik kredit multiguna hingga kredit kendaraan bermotor. Trennya mengalami pemulihan sehingga multifinance membutuhkan permodalan yang jauh lebih besar lagi.
Kendati demikian, Bhima mewanti-wanti terkait peningkatan suku bunga. Menurutnya dengan kenaikan tersebut membuat multifinance mau tidak mau akan menaikan bunga pinjaman ke debitur.
Namun tidak semua debitur khususnya menengah ke bawah dapat menanggung kenaikan suku bunga itu. Hal tesebut akan berpengaruh terhadap kinerja penyaluran pembiayaan. “Itu yang harus diperhatikan oleh lembaga leasing multifinance,” tutupnya.
Adapun, beberapa multifinance tercatat menerbitkan obligasi baru-baru ini seperti BRI Finance, Hino Finance, KB Finansia, dan FIF Group untuk pendanaan modal kerja.