Bisnis.com, JAKARTA — Bisnis reasuransi Tanah Air diramal masih memiliki peluang tumbuh meski sejumlah pelaku usaha menahan ekspansi jelang Indonesia melangsungkan perhelatan pemilihan presiden (Pilpres) dan legislatif pada awal 2024 mendatang.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa terdapat sejumlah faktor yang menandakan bisnis reasuransi masih positif pada 2024 mendatang.
“Prospek bisnis reasuransi di tahun politik justru bagus, karena banyak perusahaan asuransi ingin mengasuransikan risikonya atau membagi risikonya dengan perusahaan reasuransi,” kata Bhima kepada Bisnis, Selasa (27/6/2023).
Menurut Bhima, di tahun politik, baik risiko politik maupun risiko keamanan mengalami kenaikan. Begitu pula dengan mobilitas masyarakat yang kembali normal. Hal itu membuat adanya tambahan premi yang juga akan membawa berkah tersendiri ke premi perusahaan reasuransi.
Selain pergerakan mobilitas masyarakat, Bhima melihat adanya ancaman fenomena El Nino yang diperkirakan berkaitan dengan asuransi bencana.
“Risiko El Nino ini bisa mendorong perusahaan asuransi melakukan mitigasi dengan meningkatkan pembayaran premi ke reasuransi, karena kekhawatiran kenaikan klaim yang berkaitan dengan risiko iklim atau cuaca ekstrim,” ujarnya.
Baca Juga
Dari sisi kinerja, pada empat bulan pertama 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat jumlah investasi di reasuransi konvensional mencapai Rp18,3 triliun. Jika dibandingkan dengan periode yang sama 2022, jumlah investasi tumbuh 4,25 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Merujuk data statistik Asuransi yang dipublikasikan pada 5 Juni 2023, jumlah aset yang dibukukan reasuransi konvensional mencapai Rp35,62 triliun pada April 2023. Posisinya meningkat 11,47 persen yoy dari sebelumnya hanya bernilai Rp31,95 triliun.
Rinciannya, total liabilitas yang ditanggung perusahaan reasuransi merangkak 16,75 persen yoy menjadi Rp26,91 triliun dari posisi yang sama tahun sebelumnya hanya Rp23,05 triliun. Sedangkan ekuitas terpangkas 1,90 persen yoy dari Rp7,37 triliun menjadi Rp7,24 triliun.