Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran pinjaman yang diberikan industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending ke sektor produktif terus mengalami tren penurunan.
Data Statistik Fintech Lending edisi Juni 2023 yang dipublikasikan OJK pada Jumat (28/7/2023) menunjukkan porsi penyaluran pinjaman fintech lending ke sektor produktif pada Juni tahun ini hanya mencapai 35,80 persen atau Rp6,91 triliun dari total penyaluran pinjaman.
Posisi itu turun dari bulan sebelumnya yang mampu menorehkan porsi sebesar 37,2 persen maupun Juni 2022 mencapai 42,9 persen.
Jika ditelusuri, penurunan penyaluran pinjaman pada Juni 2023 terutama terjadi pada sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi kendaraan yang menyusut hingga 12,31 persen dari periode yang sama tahun lalu. Secara nominal, sektor ini hanya mampu mendapatkan kucuran pinjaman senilai Rp2,73 triliun dari sebelumnya mencapai Rp3,12 triliun.
Diikuti dengan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum menjadi Rp476,87 miliar, menyusut 62,78 persen dari periode yang sama tahun lalu Rp1,28 triliun.
Setali tiga uang, sektor kesenian dan rekreasi juga terkoreksi 14,65 persen yoy menjadi Rp355,04 miliar. Penurunan drastis juga terjadi pada sektor aktivitas keuangan dan dan asuransi yang terkoreksi hingga 95,33 persen yoy menjadi Rp36,12 miliar.
Sepanjang Januari 2023–Juni 2023, OJK mencatat total penyaluran pinjaman fintech lending ke sektor produktif mencapai Rp43,01 triliun. Sepanjang periode tersebut, peningkatan penyaluran terjadi pada Maret 2023 senilai Rp7,89 triliun dan terendah Rp6,42 triliun pada bulan berikutnya, yakni April 2023.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan bahwa sejak awal fintech P2P lending melebarkan sayap, industri ini lebih condong mendorong pembiayaan konsumtif daripada ke sektor produktif.
Artinya, tren pembiayaan fintech P2P lending ke sektor konsumtif masih akan tetap tinggi ke depan. Maka dari itu, Bhima menilai peningkatan porsi ke sektor produktif ini perlu dibarengi dengan arah kebijakan yang diramu regulator.
Menurut Bhima, penyaluran pembiayaan yang diberikan pemain fintech P2P lending perlu diubah. Salah satunya melalui serangkaian regulasi OJK, seperti batas minimum penyaluran ke pinjaman produktif.
“Kalau tidak ada perubahan dari sisi regulasi, maka porsi pinjaman konsumtif tetap tinggi. Padahal, pinjaman konsumtif risiko gagal bayarnya tentu lebih besar,” ungkap Bhima saat dihubungi Bisnis, Selasa (1/8/2023).
Kajian Batas Pendanaan P2P Lending ke Sektor Produktif
Belum lama ini, regulator juga menyatakan masih meramu batas pendanaan untuk pemain fintech P2P lending ke sektor produktif yang diwacanakan bisa mencapai lebih dari Rp10 miliar.
Kendati demikian, Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Triyono menuturkan bahwa belum ada keputusan pasti terkait batas pendanaan menjadi Rp10 miliar ke sektor produktif.
“Itu [pendanaan Rp10 miliar ke sektor produktif] belum fix. Artinya, pada saat nanti akan mengumumkan pembukaan moratorium, pasti kita akan membuat statement,” kata Triyono usai ditemui dalam acara AFTECH X Investree Media Luncheon: Diskusi Industri Fintech Lending di Indonesia, dikutip pada Jumat (9/6/2023).
Triyono menyampaikan salah satu harapan dari OJK adalah agar pemain fintech P2P lending dapat lebih banyak menyalurkan pendanaan ke sektor produktif secara merata, bukan hanya berpusat di wilayah Jawa.
“Artinya apa harapan dari OJK. Misalnya, jangan terlalu banyak di nonproduktif [konsumtif], jangan Java centris, kita harus masuk ke wilayah yang harus dilayani secara merata,” ungkapnya.
Selain itu, Deputi Komisioner Pengawas Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Bambang W. Budiawan juga pernah mengatakan batas maksimum pendanaan fintech yang mencapai Rp2 miliar untuk sektor konsumtif merupakan nilai yang besar. Berkaca dari hal itu, maka regulator tengah mengatur ulang batas maksimum pendanaan di industri fintech P2P lending.
“Ke depan, angka Rp2 miliar kepada borrower itu harus di-review [dikaji] kembali, karena kalau kita bayangkan untuk konsumtif hanya Rp2 miliar, itu terlalu besar. Jadi coba kita atur, misalnya untuk multiguna, consumption loan, c
Menurutnya, batas maksimum penyaluran pendanaan pemain fintech ke sektor produ
“Sekarang kalau yang produktif, apakah itu cukup untuk Rp2 miliar? Menurut saya, enggak [cukup]. Jadi kami amati untuk [pendanaan ke sektor] produktif bisa di atas Rp2 miliar, bisa Rp3 miliar—Rp5 miliar, atau Rp5 miliar—Rp10 miliar bahkan,” ujarnya.