Bisnis.com, JAKARTA — Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024 memproyeksikan rasio klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan meningkat.
Peningkatan rasio klaim tersebut disebabkan adanya peningkatan utilitas layanan kesehatan disertai penyesuaian tarif layanan kesehatan pada 2023. Hal ini berpotensi dapat memberikan tekanan yang cukup signifikan terhadap ketahanan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti membenarkan atas proyeksi rasio klaim yang akan meningkat. Namun demikian, Ghufron menyampaikan BPJS Kesehatan telah menyiapkan sejumlah langkah untuk memitigasi tekanan terhadap ketahanan DJS Kesehatan.
Ghufron menuturkan kepuasan dan kepercayaan masyarakat yang meningkat sehingga utilitas naik tajam sekali, kenaikan pengeluaran untuk biaya kesehatan tahun ini diprediksi lebih dari Rp30 triliun.
“Kenaikan biaya kesehatan sebesar ini kelihatannya belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Ghufron kepada Bisnis, Minggu (20/8/2023).
Berkaca dari sana, Ghufron mengatakan BPJS Kesehatan telah mengantisipasi, salah satunya dengan memperkuat kepesertaan.
Baca Juga
“Kerja sama dengan semua pihak dan memperkuat angka koleksi iuran,”
Selain itu, BPJS Kesehatan juga mengembangkan sistem deteksi fraud yang lebih baik, memperkuat promosi, prevensi hingga skrining.
“Serta konsultasi agar orang lebih sedikit yang jatuh sakit dan lain lain seperti public private partnership yang lebih bagus,” ujarnya.
KLASTER YANG DIMITIGASI
Merujuk RAPBN 2024, terdapat tiga klaster risiko yang perlu dimitigasi pada 2024, yakni penerimaan iuran, belanja manfaat, dan pengelolaan dana investasi DJS.
Untuk risiko klaster penerimaan iuran, di antaranya belum optimalnya kolektabilitas iuran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP), serta pengelolaan penagihan iuran pada segmen PBPU, BP, dan segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) Badan Usaha yang kurang efektif.
Sementara itu, untuk risiko pada klaster belanja manfaat antara lain perubahan kondisi pandemi menjadi endemi, sehingga biaya pelayanan untuk kasus Covid-19 menjadi jaminan manfaat program JKN dan peningkatan utilitas akibat kenaikan kasus rujukan internal pascapandemi Covid-19.
“Hal ini seiring dengan berlakunya penyesuaian tarif pelayanan kesehatan dan penambahan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut [FKRTL],” demikian yang tertulis dalam RAPBN 2024.
Kemudian dari sisi klaster investasi DJS, risiko bersumber dari kondisi pasar di antaranya volatilitas parameter ekonomi dan keuangan yang menyebabkan deviasi yang signifikan dengan asumsi yang ditetapkan dan risiko perubahan tingkat suku bunga acuan yang dapat mengubah return investasi DJS Kesehatan.
Selanjutnya, mitigasi risiko pada klaster penerimaan dilakukan melalui optimalisasi penyediaan data dan peningkatan akurasi serta analisis data potensi peserta program JKN-KIS, melakukan inovasi sumber pendanaan dalam perluasan cakupan kepesertaan JKN-KIS, serta meningkatkan efektivitas dan intensitas pengawasan dan pemeriksaan kepatuhan terhadap pemberi kerja dan peserta.
Berikutnya, mitigasi risiko dalam klaster belanja manfaat dilakukan melalui memastikan perluasan akses pelayanan dan peningkatan kepatuhan faskes, koordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk penyempurnaan sistem rujukan berjenjang, digitalisasi klaim untuk meningkatkan kualitas klaim dan pemanfaatan machine learning pada area verifikasi, serta penguatan tools deteksi pencegahan kecurangan.
Selain itu, mitigasi risiko dalam klaster pengelolaan investasi dilakukan melalui kesesuaian durasi penempatan aset investasi dengan liabilitas DJS Kesehatan untuk mengoptimalkan hasil investasi.
Diikuti dengan melakukan penjualan/realisasi sebagai upaya meminimalkan risiko penurunan harga surat utang korporasi/obligasi yang diakibatkan adanya perubahan suku bunga di pasar, optimalisasi komposisi deposito pada Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) 3 dan 2 untuk mendapatkan suku bunga kompetitif, serta penempatan investasi dengan memperhatikan tingkat kesehatan dan risiko perbankan.
Namun demikian, RAPBN 2024 mengungkapkan kondisi keuangan DJS Kesehatan sampai dengan 2024 diproyeksikan masih surplus.