Bisnis.com, JAKARTA -- Tren suku bunga tinggi dari bank sentral termasuk Bank Indonesia membuat bunga kredit terkerek. Meski demikian, Bank Indonesia memberikan sejumlah stimulus agar sektor properti dapat tetap tumbuh dengan dukungan pembiayaan kredit pemilikan rumah (KPR).
Untuk diketahui, Bank Indonesia (BI) akan menaikkan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) bagi perbankan yang menyalurkan kredit atau pembiayaan secara cepat ke sektor-sektor prioritas. Insentif ini naik dari 280 basis poin (bps) atau 2,8 persen menjadi 400 bps (4 persen)
Adapun, bagi bank yang mencatatkan pertumbuhan kredit di sektor perumahan mencapai tiga hingga tujuh persen akan mendapat insentif hingga 50 bps (0,5 persen). Sementara, di atas 7 persen akan mendapat insentif sebesar 60 bps (0,6 persen).
Insentif ini membuat perbankan optimistis. Sejumlah perbankan seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) terus menggencarkan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Direktur Consumer Banking BCA Haryanto T. Budiman menyebut pihaknya memang memacu KPR, meski demikian insentif tersebut tidak memiliki dampak yang signifikan bagi BCA. Pasalnya, likuiditas yang dimiliki BCA saat ini sudah cukup memadai.
“Kalau kami [BCA] likuiditas kan banyak jadi insentif ini membantu tapi tidak critical tapi kami senang juga GWM (Giro Wajib Minimum) diturunkan untuk penyaluran KPR,” ujar Haryanto pada awak media usai agenda Seminar Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (4/10/2023).
Baca Juga
Namun, dia menuturkan KLM ini akan sangat membantu bagi industri perbankan yang memiliki likuiditas yang belum memadai. Tercatat, sampai dengan Juni 2023, KPR BCA telah menyalurkan kredit sebesar Rp114,58 triliun dengan pertumbuhan sebesar 12,0 persen, dibanding posisi yang sama 2022 lalu. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) sebesar 1,32 persen pada Juni 2023, naik tipis 2 basis poin (bps) dari 1,30 pada Juni 2022.
Di sisi lain pertumbuhan KPR BCA sebesar 12 persen. Kredit tersebut didominasi oleh plafon di atas Rp500 juta hingga Rp1 miliar atau sebesar 31,9 persen dari total outstanding. Kemudian, plafon dibawah Rp500 juta atau sebesar 23,9 persen dan Rp1 miliar hingga Rp1,5 miliar sebesar 15,9 persen.
“Segmen Rp500 juta sampai Rp1 miliar dan Rp 1 miliar sampai Rp1,5 miliar mengalami pertumbuhan yang bagus. Itu didominasi segmen milenial,” jelasnya.
Di sisi lain, Direktur Utama BTN Nixon Napitupulu mengaku bank-bank menengah sendiri seakan mendapat angin segar untuk menggencarkan penyaluran kredit KPR.
Dia menyebutkan dengan adanya tambahan insentif ini, pihaknya optimis sampai akhir tahun Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi bisa mencapai 170.000 hingga 180.000 unit rumah, sementara untuk KPR non subsidi memasang target lebih dari 200.000 unit rumah di tahun ini.
Adapun, per Agustus 2023 BTN mencatatkan total hunian mencapai 110.000, lalu pada September 2023 mencapai 130.000 unit.
Nixon menyebut dengan tingkat likuiditas perseroan rendah, BTN menghadapi dilema, karena mereka tidak dapat menawarkan tingkat bunga yang terlalu tinggi karena hal tersebut dapat membuat nasabah enggan mengambil Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di BTN. Akibatnya, marjin keuntungan dari KPR mereka menjadi tipis.
"Kan marjin BTN aja yang tipis, kalau suku bunga yang disiapin KPR ke masyarakat, ke user kan kompetitif, kamu kan enggak bisa beli di saya kalau harga saya mahal, karena kamu bisa bandingin sama toko sebelah, jadi yang saya lakukan adalah terpaksa compressing margin," ujarnya.