Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) 2023-2026 Entjik S. Djafar buka suara terkait dugaan monopoli atau kartel bunga pinjaman online (pinjol) atas temuan penyelidikan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Menurut Entjik, sebutan kartel atau monopoli bunga yang disebut KPPU kepada AFPI merupakan hal yang tidak tepat. Sebab, lanjut Entjik, sebutan kartel bukan untuk pengenaan batas maksimum bunga, melainkan batas minimum bunga.
Entjik menjelaskan AFPI melakukan peraturan untuk pengenaan batas maksimum bunga di industri fintech P2P lending tidak boleh melebihi 0,4 persen per hari. Pembatasan bunga ini dilakukan sebagai bentuk proteksi AFPI kepada konsumen agar platform pinjol tidak melebihi 0,4 persen per hari.
“Kalau kita lakukan yang [bunga] minimum, itu baru bisa disebut monopoli. Contohnya, minimum bunga 0,4 persen per hari, berarti semua fintech ini bisa melakukan di atas 0,4 persen per hari,” kata Entjik saat dihubungi Bisnis, Jumat (6/10/2023).
Namun, Entjik menilai jika pengenaan bunga maksimum 0,4 persen per hari bukan merupakan tindakan monopoli, melainkan proteksi kepada konsumen supaya pengenaan bunga tidak terlalu tinggi bunga dan asosiasi bisa memantaunya.
“Itu pendapat saya. Jadi, saya akan menanyakan kepada KPPU, maksud daripada monopoli itu apa? Kalau menurut saya, monopoli itu bukan maksimum, tapi minimum,” ujarnya.
Baca Juga
Adapun pada praktiknya, Entjik mengklaim bahwa mayoritas pinjaman yang dilakukan pemain pinjol legal berada di bawah 0,4 persen per hari, terutama pinjaman-pinjaman produktif. Untuk itu, pihaknya akan meminta penjelasan dari KPPU terkait tuduhan kartel bunga pinjaman online ini.
“Karena kita dituduhkan monopoli. Jadi kalau menurut saya, di mana monopolinya? Tapi nanti AFPI akan menjelaskan itu di KPPU,” pungkas Entjik.
Sebelumnya, KPPU menyatakan mulai melaksanakan penyelidikan awal perkara inisiatif atas dugaan pengaturan atau penetapan suku bunga pinjaman kepada konsumen atau penerima pinjaman yang dilakukan oleh AFPI.
Dalam keterangan resminya, KPPU segera membentuk satuan tugas untuk menangani persoalan tersebut yang awal akan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 14 hari terhitung sejak keputusan pembentukan satuan tugas.
Penyelidikan ini berawal dari penelitian yang dilakukan KPPU atas sektor pinjaman daring (online) berdasarkan informasi yang berkembang di masyarakat.
Dalam temuannya, KPPU menemukan terdapat pengaturan oleh AFPI kepada anggotanya terkait penentuan komponen pinjaman kepada konsumen, khususnya penetapan suku bunga flat 0,8 persen per hari dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh konsumen atau penerima pinjaman.
KPPU menemukan bahwa penetapan AFPI tersebut telah diikuti oleh seluruh anggota AFPI yang terdaftar.
Dari sana, KPPU menilai penentuan suku bunga pinjaman online oleh AFPI ini berpotensi melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Untuk itu, KPPU menjadikan temuan ini ditindaklanjuti dengan penyelidikan awal perkara inisiatif, antara lain guna memperjelas identitas terlapor, pasar bersangkutan, dugaan pasal Undang-Undang yang dilanggar, kesesuaian alat bukti, maupun simpulan perlu atau tidaknya dilanjutkan ke tahap penyelidikan,” jelasnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Senin (9/10/2023).