Bisnis.com, JAKARTA -- Sejumlah perbankan optimistis kejar target pertumbuhan seiring penyaluran kredit per Agustus 2023 tumbuh moncer.
Bank Indonesia sebelumnya mencatat pertumbuhan kredit secara industri rebound dalam dua bulan berturut-turut. Penyaluran kredit pada Agustus 2023 tercatat sebesar Rp6.709,5 triliun, tumbuh 8,9 persen secara tahunan (year on year/yoy) setelah bulan sebelumnya tumbuh 8,4 persen yoy. Sementara, titik terendah pertumbuhan kredit tahun ini ada pada Juni di angka 7,76 persen.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) misalnya yang kian sumringah lantaran per Agustus 2023 membukukan pertumbuhan kredit yang mencapai 8,8 persen secara tahunan yoy.
Corporate Secretary BNI Okki Rushartomo menyebut pihaknya optimistis kredit dapat tumbuh sesuai target pertumbuhan kredit perseroan sebesar 7 persen hingga 9 persen pada akhir 2023.
“Pertumbuhan kredit terbesar terdapat pada segmen korporasi dan segmen Konsumer tumbuh dengan pertumbuhan kredit terbesar pada jenis kredit modal kerja,” ujarnya pada Bisnis, Kamis (12/10/2023).
Adapun, strategi yang dilakukan untuk mendorong pertumbuhan kredit BNI di antaranya dengan tetap fokus menyasar korporasi blue chip dan regional champion, optimalisasi produk melalui supply chain dan value chain, dan fokus ekspansi pada sektor prospektif.
Okki juga mengatakan BNI mencatat tren peningkatan belanja masyarakat dan pemerintah kian terjaga pada semester kedua tahun ini.
“Mulai dari yang tentunya akan memberi multiplier effect positif pada perekonomian nasional serta segmen wholesale BNI yang masih kuat,” ucapnya.
Direktur Corporate Banking PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Susana Indah Kris Indriati pun menyampaikan apabila secara bank only, perseroan mencatatkan kredit sebesar 12,34 persen yoy menjadi Rp 996,87 triliun per Agustus 2023.
Menurut wanita yang kerap disapa Indah itu, pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit industri perbankan yang hanya tumbuh 9,06 persen yoy pada periode yang sama.
Pada kesempatan terpisah Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha menyampaikan penggerak dari penyaluran kredit yang moncer ini didorong oleh sektor-sektor pemerintahan, jasa kesehatan, energi dan air, industri manufaktur, serta beberapa sektor unggulan di wilayah.
“Melalui strategi pengembangan dan optimalisasi bisnis, Bank Mandiri tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian agar kualitas kredit tetap terjaga di level yang optimal,” ucapnya pada Bisnis beberapa waktu lalu.
Bank Mandiri juga menargetkan penyaluran kredit perbankan dapat tumbuh di kisaran 10 persen hingga 12 persen hingga akhir 2023. Di mana, keyakinan atas pertumbuhan ini didasari atas kondisi ekonomi yang membaik dan tren penyaluran kredit perbankan yang terus tumbuh sejak awal 2023.
Di sisi lain, PT Bank UOB Indonesia terus memacu kredit agar bisa tumbuh dengan baik. Wholesale Banking Director UOB Indonesia Harapman Kasan mencatat sejauh ini memang UOB Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan kredit single digit.
“Business growth tahun ini akan kurang lebih tahun ini punya angka flat degan tahun lalu dari segi loan,” katanya pada awak media usai agenda UOB Gateway to ASEAN Conference, Rabu (11/10/2023).
Maka, dia pun menilai dengan hadirnya gelaran UOB Gateway to ASEAN Conference yang menghadirkan para pengusaha, pemerintah hingga mitra datang diharapkan dapat menjadi katalisator untuk kredit UOB Indonesia.
Adapun, Harapman menyebut ada sejumlah sektor yang terus dibidik oleh UOB. Mulai dari, industrial, seperti komoditas hilirisasi seperti nikel, kobalt, dan emas. Lalu, consumer goods, telekomunikasi media, minyak dan gas, konstruksi dan infrastruktur, properti dan real estate, hingga financial institution.
Sayangnya, dia menilai tidak semua berpotensi punya pertumbuhan yang moncer. “Komoditas hilirisasi pertumbuhannya paling terlihat. Namun, consumer goods growth-nya sangat minim. Teknologi dan media masih ada opportunity dan investor masih berminat ke sana misal kayak data center ya,” ujarnya.
Selanjutnya, Harapman menyebut industri logistik dinilai cukup menjajikan seiring dengan pesatnya pertumbuhan e-commerce. Sementara, untuk minyak dan gas, konstruksi hingga real estate cenderung memiliki pertumbuhan yang stagnan.