Bisnis.com, JAKARTA — PT Reasuransi Maipark Indonesia mendorong perbaikan dalam perpanjangan treaty pada 2024. Dalam perpanjangan treaty kali ini, perusahaan berfokus untuk mendapatkan harga, peringkat, serta syarat dan ketentuan yang baik untuk perusahaan, terlebih di tengah situasi hardening market.
Treaty adalah perjanjian tertulis termasuk pembagian risiko antara perusahaan asuransi dan reasuransi. Di bawah perjanjian ini, seluruh pertanggungan yang diambil oleh perusahaan asuransi akan otomatis dibagi ke perusahaan reasuransi sesuai dengan porsi yang disepakati. Adapun kontrak treaty reasuransi tersebut biasanya disepakai satu tahun sekali.
Sedangkan kondisi hardening market gejalanya tampak dari naiknya tarif premi hingga syarat dan ketentuan diperketat. Kondisi yang menyulitkan industri menaikkan kapastas risiko yang dapat diserap.
“Harapannya [dalam perpanjangan treaty] adalah harga dan progam reasuransi yang sesuai dengan ekspektasi perusahaan,” kata Direktur Teknik Reasuransi Maipark Indonesia Heddy Agus Pritasa kepada Bisnis, Senin (16/10/2023).
Heddy mengatakan pihaknya juga mendorong negosiasi renewal treaty dilakukan lebih awal. Di tengah ramainya pelemahan rupiah karena naiknya dolar Amerika Serikat (AS), dia mengatakan bahwa kondisi tersebut tak akan berpengaruh pada perpanjangan treaty.
“Pergerakan rupiah kan enggak siginifikan sekali,” katanya.
Baca Juga
Di sisi lain, praktisi asuransi sekaligus Presiden Direktur PT Asuransi Asei Indonesia Achmad Sudiyar Dalimunthe mengatakan treaty reasuransi merupakan dukungan otomatis untuk kapasitas risiko bagi perusahaan asuransi.
Hal tersebut bertujuan agar proses bisnis dapat berjalan dengan cepat tanpa harus meminta kapasitas kasus per kasus apabila ada nilai pertanggungan yang besarnya di atas retensi perusahaan asuransi.
“Oleh karena itu perjanjian treaty ini harus sudah siap sebelum periode berjalan, artinya renewal treaty adalah suatu keharusan bagi perusahaan asuransi,” ungkapnya.
Di sisi lain, Direktur Teknik Operasi Indonesia Re Delil Khairat menilai bahwa treaty reasuransi masih perlu banyak perbaikan. Menurutnya performa treaty sejauh ini tidak terlalu baik, bahkan lebih banyak menyebabkan perusahaan asuransi merugi.
Selain kurangnya performa treaty, Delil menyebut kerugian juga disebabkan oleh faktor performa asuransi kredit yang buruk hingga pandemi Covid-19.
Dengan demikian, pihaknya pun mendorong perbaikan treaty dalam rangka perpanjangan untuk periode 2024. Dia kemudian mencatat ada beberapa faktor yang menyebabkan performa treaty buruk.
Pertama adalah struktur kontrak reasuransinya sendiri, termasuk pembagian risiko antara asuransi dan reasuransi yang belum seimbang. Kedua adalah penetapan harga yang perlu perbaikan
Delil mengatakan bahwa kontrak reasuransi sejauh ini tarifnya sangat rendah. Padahal industri asuransi dan reasuransi global mengalami kondisi hardening market di mana tarifnya naik, serta syarat dan ketentuan diperketat. Dengan demikian, dia mendorong adanya kenaikan tarif.
“Hard market dari luar yang akhirnya mau masuk ke dalam [negeri] itu harganya tinggi, tapi di Indonesia masih soft-soft saja,” imbuhnya.
Terakhir adalah praktik ko-asuransi di mana perusahaan asuransi dalam satu market bersama-sama mengcover satu risiko. Satu perusahaan asuransi sebagai seeding, satu perusahaan asuransi lainnya sebagai reasuransi.