Bisnis.com, JAKARTA— Menyalahgunakan akun fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) milik orang lain sampai gagal bayar dapat kena pidana pernjara.
Hal tersebut berdasarkan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) pasal 65 ayat 1 di mana setiap orang atau pihak dilarang melawan hukum dalam memperoleh data pribadi yang bukan miliknya demi menguntungkan diri sendiri. Ancaman pidananya bisa mencapai lima tahun dengan denda Rp5 miliar.
Menurut Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar meminjam akun pinjol orang lain sama dengan menggunakan data milik orang lain untuk keuntungan pribadi.
“Melakukan peminjaman melalui sebuah sistem P2P lending tapi mengatasnamakan orang lain itu tidak dibenarkan dan tidak boleh,” kata Wahyudi kepada Bisnis, Jumat (20/10/2023).
Wahyudi mengatakan apabila konteksnya seseorang yang memiliki akun mengenal dan secara sadar meminjamkan akun pinjolnya kepada orang lain, lebih baik diselesaikan secara baik-baik terlebih dahulu. Namun apabila tidak ada itikad baik dari sang peminjam apalagi sampai gagal bayar bisa dipidanakan.
“Yang harus ditekankan pidana itu sifatnya ultimum remedium, mekanisme [pidana] terakhir yang digunakan. Jadi ketika tidak ada mekanisme lain, ya baru kemudian menggunakan mekanisme pidana,” tuturnya.
Baca Juga
Di sisi lain, Pengamat Ekonomi Digital sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menilai bahwa banyak tantangan yang dihadapi industri fintech P2P lending. Salah satunya terkait dengan kamanan data yang rentan, sehingga orang bisa menggunakan data orang lain untuk meminjam di pinjol.
“Walaupun harus dicek kembali apakah dia mengaku orang lain atau dia sendiri, tapi potensi menggunakan data lain terbuka karena kita bisa membeli data tetapi data mayarakat bocor sehingga dimabfaatkan untuk berbagi layanan,” kata Heru.
Heru mengatakan ini bukan masalah yang pertama ada orang menggunakan data orang lain untuk pinjol. Menurutnya masyarakat juga harus hati-hati dalam menjaga data pribadinya supaya tidak disalahgunakan oleh orang lain.
“Jangan sembarangan membagikan data KTP, SIM , dan data-dara lain karena banyak saya melihat orang membagikan data pribadi di media sosial yang ditakutkan data itu dikumpulkan untuk hal yang tidak baik,” katanya.
Dari sisi pinjol, Heru juga menekankan supaya lebih ketat, lantaran mereka juga memiliki kewajiban untuk melindungi data nasabah sebagai pengendali data. Lebih jauh, Heru menilai fintech P2P lending merupakan salah satu inovasi teknologi. Fasilitas tersebut bisa menjadi alternatif bagi masyarakat yang belum memiliki akses pinjaman ke bank.
Selain itu, pinjol juga memberikan kemudahan lantaran tak menggunakan agunan dan proses yang cepat. Kendati demikian, beberapa masalah pun muncul seperti halnya bunga yang tinggi, pinjol ilegal, dan ramainya cara penagihan yang tak sesuai prosedur.
Menurutnya harus ada upaya yang jelas menyikapi masalah pinjol terutama terutama dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Yang paling mudah adalah kita moratorium dulu semua kegiatan pinjol sampai pinjol ini dapat ditertibakan, asosiasi diperdayakan. adi dimoratorium terlebih dahulu pelayanannya sampai ini tuntas. Kalau semua sistem dan pengawasan serta asosiasinya kuat baru kemudian mulai lagi untuk menggunakan layanan pinjol,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, fenomena meminjamkan akun pinjol kepada orang terdekat seperti teman atau tetangga masih terjadi di kalangan masyarakat. Beberapa orang tak segan untuk meminjamkan layanan pinjolnya untuk orang terdekat
Namun niat baik meminjamkan tak selalu berujung baik. Tak sedikit yang cicilan pinjolnya menunggak karena si peminjam tak kunjung melunasi utangnya. Hal tersebut dialami Dian (21) asal Serpong, Tangerang Selatan yang akun pinjolnya memiliki tunggakan sampai Rp7,6 juta per 18 Oktober 2023.
“Itu sudah termasuk biaya keterlambatan, awalnya mau pinjam paylater untuk beli handphone buat ujian sekolah anaknya, kebetulan yang pinjam ini sepasang suami istri yang sudah punya anak,” kata Dian saat dihubungi Bisnis, Rabu (18/10/2023).
Dian mengatakan awalnya meminjamkan datanya kepada tetangganya untuk menyicil HP melalui aplikasi pinjol. Akun pinjol yang menggunakan datanya tersebut dipegang oleh sang tetangga, sampai disalahgunkan untuk membeli HP lagi, padahal cicilan pertama belum lunas.
Bahkan sang tetangga juga melakukan pinjaman tunai dengan aplikasi yang sama. Kejadian tersebut berlangsunag sampai 14 bulan. Dian mengaku mendapatkan teror dari Desk Collection (DC) lantaran cicilan tersebut menunggak, bahkan dia sempat ditagih langsung.
“Saya sudah pernah coba bilang ke pihak [pinjol] kalau itu bukan saya yang pinjam, tapi mereka tidak ingin tahu alasan apapun karena sudah jelas itu [pakai] data saya,” katanya.
Dian pun mengaku sudah sering menagih tetangganya untuk segera melunasi cicilan tersebut. Namun sampai dengan saat ini tidak ada etika baik dari sang peminjam.
Dia juga mengaku sudah tidak ditagih lantaran utangnya sudah jatuh tempo terlalu lama atau gagal bayar. Namun cicilannya masih terus naik sampai dengan saat ini. “Naik terus [tunggakannya],” katanya.
Dian pun menduga dirinya sudah masuk daftar hitam di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK lantaran kejadian tersebut.
“Kemungkinan besar data saya sudah kena SLIK OJK, tapi saya belum pernah coba untuk mengeceknya,” ungkapnya.