Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai inovasi teknologi pada industri asuransi seperti Insurance Technology (Insurtech) mampu mendorong tingkat penetrasi asuransi di Indonesia. Pasalnya dengan inovasi digital dapat menjangkau masyarakat lebih luas.
Menanggapi hal tersebut, salah satu pemain Insurtech Fuse mengungkap pihaknya pun turut mendukung upaya OJK dalam meningkatkan penetrasi asuransi yang masih rendah.
“Penetrasi yang rendah masih menjadi masalah klasik yang belum terselesaikan. Kami percaya inovasi teknologi melalui kanal Insurtech dapat membantu mengatasi kendala-kendala yang menghambat pertumbuhan penetrasi asuransi di Indonesia,” ungkap Founder & CEO Fuse, Andy Yeung kepada Bisnis, Kamis (26/10/2023).
Andy menilai bahwa masih banyak masalah yang perlu diatasi oleh pelaku industri asuransi. Terutama sistem yang diadopsi oleh perusahaan asuransi yang masih berbelit, klaim yang sulit, serta harga premi yang tidak terjangkau.
Dia menambahkan pihaknya terus berupaya memanfaatkan berbagai aspek untuk meningkatkan penetrasi asuransi. Beberapa cara di antaranya yakni mengoptimalkan sistem digital, proses dan saluran distribusi Fuse, serta membangun kepercayaan pelanggan terhadap ekosistem asuransi. Selain itu, Andy menilai bahwa literasi juga penting dan memainkan peran kunci.
“Kami meyakini partner/ agen/ broker asuransi tetap berperan penting dalam mengedukasi nasabah. Oleh karena itu, Fuse juga meningkatkan kemampuan partner dalam mempromosikan produk asuransi kepada nasabah, sehingga mereka dapat memberikan saran dan rekomendasi yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan sehingga mendapatkan kepercayaan yang lebih dari nasabah,” tuturnya.
Baca Juga
Andy mengatakan Fuse telah mengembangkan teknologi untuk mengoptimalkan proses aplikasi asuransi secara efisien, serta mempercepat digitalisasi dalam berbagai aspek operasional.
“Dengan Application Programming Interface [Antarmuka Pemrograman Aplikasi], proses aplikasi/ pengajuan polis dapat dilakukan secara real time dan dilakukan dalam beberapa jam, dibandingkan dengan cara konvensional yang memakan waktu dua minggu,” ungkapnya.
Pihaknya juga secara aktif mengeksplorasi teknologi terbaru untuk automasi pengajuan polis dan klaim asuransi, mulai dari Artificial Intelligence (AI), blockchain, dan analisis big data.
“Kami berkomitmen menggunakan teknologi untuk membantu stakeholder di ekosistem asuransi, seperti perusahaan asuransi, mitra bisnis digital, partner agen/ broker,” ungkapnya.
Meskipun perkembangan Insurtech di Indonesia belum terlalu tinggi apabila dibandingkan dengan fintech terutama pinjaman online (pinjol), Andy percaya bahwa ekosistem Insurtech akan terus berkembang. Dia mengklaim bahwa Fuse telah mengalami peningkatan pendapatan premi bruto (gross written premium/ GWP) sebanyak 160 kali sejak berdiri pada 2017.
“Sepanjang tahun 2022, Fuse juga telah menerbitkan lebih dari 150 juta polis dan mencapai pendapatan premi bruto lebih dari Rp3triliun,” katanya.
Saat ini, Fuse telah bekerjasama dengan lebih dari 40 perusahaan asuransi. Platform juga memiliki lebih dari 100 ribu partner/ agen/ broker yang menggunakan aplikasi Fuse Pro untuk melakukan transaksi asuransi, yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
Ke depan, Fuse berharap mampu memperluas cakupan produk untuk memenuhi beragam kebutuhan pelanggan.
“Kami juga berfokus pada memperkuat kerja sama dan kemitraan dengan pemain online dan offline dalam upaya meningkatkan jangkauan kami. Kami melihat banyak orang di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara masih belum terproteksi dan kami harap semakin banyak orang bisa mendapatkan perlindungan asuransi,” tandas Andy.
Berdasarkan data OJK, tingkat penetrasi asuransi di Indonesia pada 2022 masih cukup rendah yaitu pada level 2,27 persen. Tidak hanya itu, tingkat densitas asuransi juga masih berada pada level yang belum optimal yakni mencapai Rp1,9 juta per penduduk pada 2022.
OJK melalui Peta Jalan Pengembangan dan Pengiatan Perasuransian Indonesia 2023-2027 menargetkan penetrasi asuransi mencapai 3,2 persen dengan tingkat densitas berada pada level Rp2,4 juta per penduduk.