Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total aset yang dimiliki Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mencapai Rp117,29 triliun pada September 2023.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan aset BPJS Kesehatan tumbuh 8,84% yoy dari posisi September 2022 yang mencapai Rp112,89 triliun.
Namun, aset BPJS Kesehatan terpantau turun jika dibandingkan posisi Agustus 2023 yang mencapai Rp118,25 triliun.
Terkait data OJK ini, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menjelaskan total aset BPJS Kesehatan per September 2023 sebesar Rp117,29 triliun merupakan penjumlahan antara aset Dana Jaminan Sosial (DJS) senilai Rp103,02 triliun dan aset BPJS mencapai Rp14,26 triliun.
“Sesuai dengan UU BPJS, aset DJS merupakan aset yang terpisah dari aset BPJS, sehingga aset DJS tidak bisa dijumlahkan atau digabungkan dengan aset BPJS,” kata Ghufron kepada Bisnis, Senin (30/10/2023).
Sebagai informasi dana DJS mengacu kepada iuran yang dibayarkan peserta beserta pengembangannya. Sedangkan aset BPJS adalah kekayaan lembaga ini sebagai perusahaan yang mengelola.
Baca Juga
Ghufron merincikan, per 30 September 2023, total aset DJS mencapai Rp103,02 triliun. Aset DJS turun Rp830,49 miliar dari posisi per 31 Agustus 2023 sebesar Rp103,85 triliun.
Ghufron menjelaskan penurunan aset DJS tersebut antara lain karena adanya peningkatan beban jaminan kesehatan. Sedangkan akar utamanya adalah peningkatan jumlah atau pemanfaatan layanan kesehatan. Hal ini sejalan dengan pulihnya kondisi pasca pandemi dan meningkatnya kepercayaan masyarakat.
Lebih lanjut, Ghufron menyampaikan beban jaminan kesehatan bulanan telah mengalami peningkatan, yaitu dari Agustus 2023 sebesar Rp13,80 triliun menjadi Rp14,65 triliun atau meningkat Rp846,27 miliar.
“Perkiraan di tahun 2023 beban untuk membayar fasilitas kesehatan naik lebih dari Rp30 triliun,” sambungnya.
Dalam pengelolaan aset, khususnya aset investasi, Ghufron menuturkan BPJS Kesehatan mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain kebutuhan likuiditas atas profil kewajiban yang akan jatuh tempo dengan memperhatikan risiko kredit counterpart (perbankan).
“Kebutuhan likuiditas rutin ditempatkan pada instrumen Deposito on Call (DOC) atau Deposito tenor 1 bulan sekitar 30%, Deposito tenor 3 bulan sekitar 35%, dan SPN/SBN sekitar 35%,” ungkapnya.
Selain itu, penempatan dana pada masing-masing perbankan sesuai dengan regulasi yang berlaku dibatasi maksimal 15% dari total investasi DJS.