Merger BPR
Selain karena bangkrut, menyusutnya jumlah BPR di Indonesia terjadi karena merger. Tahun ini saja telah terlaksana sejumlah merger BPR. PT BPR Arga Tata misalnya menggabungkan diri ke dalam PT BPR Restu Artha Yogyakarta. PT BPR Dewata Indobank masuk ke dalam PT BPR Kita Centradana.
Adapun, PT BPR Modern Express Jawa Tengah, PT BPR Modern Express Sulawesi Utara, PT BPR Modern Express Sulawesi Tenggara, PT BPR Modern Express Sulawesi Selatan, PT BPR Modern Express NTT, PT BPR Modern Express Papua Barat, PT BPR Modern Express Maluku Utara, PT BPR Palu Lokadana Utama dan PT BPR Irian Sentosa merger menjadi PT BPR Modern Express.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan otoritas memang tengah berupaya untuk mengkonsolidasikan BPR hingga jumlahnya menjadi berkurang. Sebab, jumlah BPR saat ini menurutnya sudah terlalu besar.
“1.600 [pemain BPR] akan dikurangkan, karena jumlah ideal yang managable secara sistem hanya sekitar 1.000 untuk men-serve seluruh negara Indonesia,” ujarnya dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulanan OJK pada pekan lalu (4/12/2023).
Lebih lanjut, Dian mengatakan, OJK saat ini fokus menerapkan aturan "single presence policy" bagi BPR, di mana pihaknya melarang satu pihak mengendalikan lebih dari satu bank, seperti yang berlaku untuk bank umum.
Tujuan dari upaya ini adalah untuk mempercepat merger sektor BPR sebagai langkah yang lebih mudah dilakukan dan memberikan insentif yang jelas. Sehingga, dapat memperbaiki kinerja keuangan BPR, memungkinkan ekspansi kredit yang lebih luas, dan meningkatkan pengawasan yang lebih baik atas operasional
Baca Juga
“Selama ini kita mengetahui bahwa ada satu orang atau grup yang memiliki beberapa BPR sekaligus, nah itu [OJK] akan mengurangi, di mana mereka hanya boleh mendikiran satu BPR saja dengan cabang-cabang,” ujarnya.
Pihaknya juga menyebut hal yang mendorong pemangkasan BPR ini lantaran masih banyak BPR yang tidak mencapai "threshold modal inti". Sehingga OJK meminta BPR untuk melakukan merger, akuisisi ataupun konsolidasi.