Sementara itu, hasil underwriting perusahaan mencapai Rp579,02 miliar dan hasil investasi Rp89,93 miliar. Adapun, laba bersih yang dibukukan adalah Rp272,35 miliar per 31 Oktober 2023.
Dari sisi hasil underwriting, Sancoyo mengklaim bahwa selama lima tahun terakhir, yakni 2018–2022, Tokio Marine Indonesia menunjukkan pertumbuhan dengan CAGR selama lima tahun terakhir di atas pertumbuhan pasar yang mencapai di atas 13,1%.
Sancoyo mengatakan pada 2018, hasil underwriting perusahaan hanya mencapai Rp323 miliar, dan naik menjadi Rp396 miliar pada 2019. Di tahun berikutnya, kembali menguat menjadi Rp446 miliar.
Berikutnya, Tokio Marine Indonesia mencatat hasil underwriting mencapai Rp504 miliar pada 2021 dan pada tahun selanjutnya menjadi Rp529 miliar.
Dia menjelaskan bahwa pada dasarnya bisnis asuransi adalah menanggung kerugian dan proses akseptansi dari bisnis ini adalah perusahaan harus menilai potensi kerugian yang timbul dan dilakukan oleh underwriter.
“Jadi kami memperkuat proses underwriting kita, sehingga kami betul-betul bisa menilai risiko itu sebenarnya berapa besar, premi yang pantas untuk risiko itu kira-kira berapa, jadi term and condition yang ditentukan sebelum mengambil potensial risk, maka proses underwritingya harus dijaga supaya benar,” ungkapnya.
Baca Juga
Pasalnya, dengan melakukan risk selection dengan benar di depan, masa perusahaan asuransi bisa meminimalisir risiko klaim yang ada.
“Artinya, kalau ada klaim, itu risiko yang sudah kami perhitungkan. Bisnis asuransi itu taking risk, tapi kalau kita tidak menghitung risiko, maka potensi hasil underwriting bisa negatif,” ujarnya.
Untuk itu, dia menekankan bahwa kunci untuk mempertahankan bisnis asuransi adalah dengan memperhatikan proses underwriting asuransi agar hasil underwriting juga dapat bagus.