Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengungkap pemenuhan ekuitas alias permodalan hingga pemisahan anak usaha (spin-off) perusahaan asuransi syariah akan menjadi tantangan yang dihadapi industri asuransi pada tahun naga kayu 2024.
Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon mengatakan bahwa pemenuhan ekuitas minimum Rp250 miliar menjadi tantangan bagi industri asuransi, termasuk asuransi jiwa. Pasalnya, Budi menyebut masih ada beberapa pemain yang belum memenuhi angka ekuitas Rp250 miliar itu.
“Di pengujung 2023, ada kado, ada beberapa peraturan perasuransian yang dikeluarkan, salah satunya terkait dengan permodalan. Sesuatu yang tidak mengagetkan karena dalam beberapa waktu sebelumnya sudah di-sounding,” ujar Budi dalam Media Workshop di Jakarta, Kamis (25/1/2024).
Kemudian, ungkap Budi, implementasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 74 yang berubah menjadi International Financial Reporting Standards (IFRS) 117 juga menjadi tantangan di industri asuransi. Bukan tanpa sebab, Budi menjelaskan bahwa penerapan IFRS 117 berpotensi bisa menggerus ekuitas.
Budi menjelaskan bahwa penerapan PSAK 74 atau IFRS 117 ini menimbulkan dua dampak keuangan. Pertama, biaya dalam penerapannya, karena salah satunya harus membeli sistem.
Kedua, lanjut Budi, setelah diterapkan jika dibandingkan dengan PSAK yang berlaku saat ini, akan ada dampak potensial terhadap ekuitas perusahaan. Dengan PSAK yang baru, Budi menuturkan bahwa adanya kemungkinan hasil yang berbeda pada laporan keuangan perusahaan, seperti laba yang menjadi kecil.
Baca Juga
Namun, apabila laba bergerak menjadi negatif, maka akan menggerus ekuitas yang sebelumnya sudah ada. “Kalau ekuitasnya tergerus sampai ke bawah minimal, atau masih di atas minimal tapi RBC menjadi di bawah minimal, maka akan ada kebutuhan untuk menambahkan modal lagi,” ungkapnya.
Tantangan lainnya adalah perusahaan asuransi yang memiliki UUS dan sudah merencanakan untuk spin off paling lambat tahun 2026 ada kewajiban untuk menambahkan modal di anak perusahaan syariah yang nantinya akan melalui spin-off.
“Sebagai dampak dari perusahaan yang memiliki UUS untuk spin-off, maka modalnya harus ditingkatkan,” imbuhnya.
Budi menyebut bahwa sejumlah tantangan ini harus dihadapi dan direncanakan dengan seksama oleh industri asuransi jiwa di tengah premi yang juga menjadi tantangan.
“Premi sedang turun, tapi diminta untuk menambahkan modal. Tapi secara keseluruhan, AAJI menyambut positif karena untuk perbaikan industri, tapi yang jadi pertanyaan adalah waktunya,” pungkasnya.