Bisnis.com, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) memproyeksikan kredit tumbuh agresif hingga di kisaran 11%-12% pada 2024 di tengah tren suku bunga tinggi.
Direktur Utama BRI Sunarso menyebut perseroan bakal terus membidik UMKM dengan memberikan fokus lebih kepada segmen bawah, yaitu ultra mikro. Dengan optimalisasi Holding Ultra Mikro (UMi) sebagai mesin pertumbuhan baru.
“Strateginya yang pertama, kita pastikan sumber pertumbuhan baru, yang kita bilang go smaller. Lalu, untuk untuk bisa ngasih kredit, menyiapkan dana, maka kita harus securing likuiditas tumbuh,” ujarnya dalam Paparan Kinerja 2023, Rabu (30/1/2024).
Saat ini, perseroan memastikan tercukupinya likuiditas, lantaran dalam kondisi sekarang, kata Sunarso, likuiditas menjadi satu hal yang menantang, di mana hal tersebut ditentukan bagaimana perusahaan berkompetisi di pasar.
Lebih lanjut, dirinya menjelaskan untuk menumbuhkan kredit, perlu didukung oleh permodalan. Adapun, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) BBRI berada di level 27,3%, jauh melampaui ketentuan CAR menurut aturan basel III yang sebesar 17,5%
“Ada ruang CAR 10%. Kalau satu tahun kita butuh equivalent CAR 2% saja, artinya sampai lima tahun ke depan, maka ke depan tidak ada isu permodalan,” ujarnya.
Baca Juga
Terakhir, perseroan terus berupaya mengelola risk management dengan baik dan terus bersikap hati-hati.
Sebagaimana diketahui, hingga akhir Desember 2023 kredit BBRI tumbuh 11,2% menjadi Rp1.266,4 triliun. Sunarso mengatakan pertumbuhan kredit BRI ini di atas industri perbankan nasional yang sebesar 10,4% yoy pada periode yang sama.
Lebih rinci, seluruh segmen pinjaman BRI tumbuh positif, di mana segmen mikro 10,9% menjadi Rp611,2 triliun. Segmen consumer tumbuh 13,4% menjadi Rp190 triliun. Untuk segmen kecil dan menengah tumbuh 8,6% menjadi Rp267,5 trilun dan korporasi tumbuh 13,8% menjadi Rp197,7 triliun.
Adapun, segmen UMKM masih menjadi mayoritas penyaluran kredit BRI dengan porsi mencapai 84,4% dari total penyaluran kredit BRI atau senilai Rp1.068,7 triliun.
“Pertumbuhan kredit yang double digit tersebut, lanjut Sunarso, berdampak baik ke pendapatan bunga yang tercatat senilai Rp188,1 triliun atau naik 16,9% secara tahunan,” ucap Sunarso.