Bisnis.com, JAKARTA -- Pendiri UOB Group miliarder Wee Cho Yaw tutup usia pada 95 tahun.
Wee Cho Yaw jabatan terakhirnya merupakan penasihat kehormatan UOB. Pendiri UOB Group ini juga berperan besar dalam melahirkan UOB Indonesia
Berdasarkan Bloomberg, juru bicara bank menyebut Mantan Ketua United Overseas Bank Ltd. itu meninggal pada Sabtu (3/2/2024). Nantinya, mendiang akan dimakamkan pada Rabu, 7 Februari 2024.
Sementara, melansir Bloomberg Billionaires Index, mendiang Wee Cho Yaw tercatat memiliki kekayaan bersih sebesar US$10,4 miliar atau setara dengan Rp163,6 triliun (kurs Rp15.731) per awal Februari 2024.
Berdasarkan data per 4 Februari, Wee menjadi orang terkaya ketiga di Singapura. Sementara secara global, Wee menduduki posisi ke-211, melangkahi bos Indofood yakni Anthoni Salim yang berada di urutan ke-213 orang terkaya di dunia.
Wee Cho Yaw adalah salah satu dari generasi terakhir bankir yang lahir sebelum Perang Dunia II yang mendominasi sistem keuangan Singapura setelah negara itu meraih kemerdekaan dari Inggris pada 1960-an.
Baca Juga
Awalnya, UOB didirikan bersama oleh ayahnya Wee Khiang Cheng pada 1935 sebagai United Chinese Bank. Lalu, Wee Cho Yaw menjadi penggerak dalam ekspansi bank.
Di bawah kepemimpinannya selama lebih dari lima dekade, UOB berkembang dari satu cabang menjadi bank regional yang hadir di 19 negara dan wilayah. Pada September 2023, UOB memiliki aset senilai US$384 miliar Rp6.040,78 triliun.
Dikenal dalam industri perbankan sebagai pengambil keputusan yang cerdas, Wee Cho Yaw memimpin berbagai akuisisi bank selama bertahun-tahun.
Kesuksesannya yang terbesar adalah pembelian Overseas Union Bank Singapura senilai 10 miliar dolar Singapura atau Rp117,04 triliun pada 2001, mengalahkan saingan yang lebih besar, DBS Group.
Kini, sang putra Wee Ee Cheong yang telah menjadi Chief Executive Officer UOB sejak 2007 menggambarkan bahwa sosok sang ayah memiliki kontribusi yang besar dalam dunia perbankan dan bisnis di Singapura.
"Ayah saya telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan di Singapura dan kawasan sekitarnya. Entah itu melalui pemikiran jangka panjang atau memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan," katanya dikutip Bisnis, Minggu (4/2/2024).
Lebih lanjut, mendiang Wee Cho Yaw juga dikenal sebagai salah satu pengembang properti terbesar di Singapura, seperti jaringan hotel Pan Pacific dan pusat SGX di Singapura.
Bahkan, dirinya memainkan peran penting dalam menyelamatkan perusahaan induk produsen Tiger Balm, salep penghilang rasa sakit yang ikonik yang berasal dari zaman kaisar Tiongkok.
"Dr. Wee adalah pemimpin bisnis visioner, pengusaha perintis, dan filantropis," kata UOL dalam sebuah pernyataan.
UOL Group adalah salah satu pengembang properti terkemuka di Singapura. Pemegang saham utamanya adalah United Overseas Bank (UOB)
Wee menjabat sebagai ketua selama lebih dari 50 tahun sejak tahun 1973. Di bawah kepemimpinannya, UOL berkembang dari perusahaan lokal dengan aset sebesar 70 juta dolar Singapura (US$52,1 juta) atau setara dengan Rp819,6 miliar.
Bahkan, total aset secara keseluruhan yang hadir di15 negara mencapai lebih dari 20 miliar dolar Singapura atau Rp314,62 triliun.
Kehidupan Awal
Wee Cho Yaw lahir dari pasangan Wee Kheng Ciang dan Koh Geok Sew di Kinmen, sebuah pulau di lepas pantai Provinsi Fujian, Tiongkok.
Lebih lanjut, Wee tinggal bersama ibunya sampai usia tujuh tahun, lalu pindah ke Malaysia dan kemudian ke Singapura pada 1939.
Sayangnya, pendidikan awalnya terganggu oleh Perang Dunia II saat Jepang mulai melakukan pengeboman di Singapura dua tahun kemudian.
Kemudian, dia melanjutkan studinya pada 1949 di St. Andrew’s, sebuah sekolah menengah Anglikan, akan tetapi dia tidak begitu menyukainya karena beberapa alasan dan diketahui juga bahwa Wee Cho Yaw kurang lancar dalam berbahasa Inggris.
Alhasil, sebagai gantinya, dia bergabung dengan perusahaan perdagangan komoditas dan rempah-rempah ayahnya, Kheng Leong, di Singapura.
Kemudian, Wee meninggalkan karir tersebut pada 1958 untuk fokus membangun bank keluarganya.
Dalam pendiriannya sebagai United Chinese Bank, awalnya bank tersebut melayani komunitas Fujian. Namun, seiring berjalannya waktu, nama bank tersebut diubah menjadi UOB pada 1965.
Setelah mencatatkan perusahaan tersebut pada tahun 1970, Wee mulai memimpin UOB dan melakukan serangkaian pengambilalihan melalui sejumlah aksi konsolidasi, di mana puluhan bank akhirnya bergabung menjadi tiga bank besar Singapura yang ada sekarang, yaitu UOB, DBS dan Oversea-Chinese Banking Corp (OCBC)
Pengambilalihan terkenalnya terjadi pada 2001 ketika dia berhasil mengalahkan raksasa regional DBS Group Holdings Ltd. untuk membeli Overseas Union Bank Ltd. Singapura. Saat itu, OUB melihat tawaran DBS sebagai saingannya.
Wee, yang awalnya tidak berencana untuk membeli OUB, segera mengatur pertemuan dengan Lien dan istrinya di rumah mereka sebelum membuat penawaran sebesar 10 miliar dolar Singapura yang akhirnya berhasil mendapatkan bank tersebut.
Wee juga melakukan diversifikasi ke area produk lain seperti perdagangan dan valuta asing.
Pada tahun-tahun berikutnya, semangat akuisisi UOB mulai mereda. Pada rapat tahunan perusahaan 2016, Wee menjelaskan bahwa akuisisi memiliki risiko, dan UOB perlu berhati-hati.
Suksesi UOB
Wee tercatat mengundurkan diri sebagai ketua bank pada 2013, dan Wee pensiun sebagai Direktur pada April 2018, posisi yang telah didudukinya selama enam dekade.
Kemudian, pada awal 2022, putranya yang tertua, Ee Cheong, memimpin bank dalam pengambilalihan besar-besaran pertamanya dalam 16 tahun sepakat untuk membayar sekitar 4,9 miliar dolar Singapura untuk membeli aset konsumen Citigroup Inc. di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Wee Cho Yaw menyatakan kebanggaannya dalam sebuah biografi tahun 2014 bahwa di mana pada saat itu, semua anaknya mengelola atau bekerja di bisnis terkait keluarga. Putra lainnya, Wee Ee Chao, mengambil alih perusahaan pialang UOB Kay Hian Holdings Ltd. pada tahun 2000.
Sayangnya, putra dari Ee Cheong yakni Wee Teng Chuen meninggalkan bank pada 2020 dan bergabung dengan 32 Real Estate Pte. sebagai direktur manajer dan kepala pengumpulan modal.
"Saya tidak tahu apakah generasi keempat keluarga Wee Kheng Chiang akan mengambil alih kendali di masa depan. Saya hanya bisa berharap mereka melakukannya," kata Wee dalam biografi tahun 2014.