Bisnis.com, JAKARTA -- Pergulatan antara ketersediaan lahan hingga gap pendapatan dengan harga hunian menjadi tantangan bagi masyarakat Indonesia untuk mewujudkan impian memiliki rumah, khususnya generasi milenial.
Dalam sebuah acara di Tigaraksa, Tangerang, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan kekhawatirannya perihal generasi milenial yang masih jarang memiliki tempat hunian. Mereka dihadapkan pada sejumlah masalah untuk memiliki rumah.
"Data-data menunjukkan bahwa 81 juta milenial belum punya rumah, lalu tadi pak Dirjen sampaikan backlog perumahan sudah 12,7 juta,” kata Erick pada Bisnis, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data Kementerian PUPR, sebanyak 10,51 juta rumah tangga di Indonesia belum memiliki rumah pada 2022. Dari jumlah itu, 4,39 juta rumah tangga atau hampir setengahnya yang belum punya rumah merupakan generasi milenial.
Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut kemampuan membayar Kredit Pemilikan Rumah (KPR) kerap menjadi kendala anak muda untuk membeli rumah.
Baca Juga
“Kenaikan upah minimum tidak selalu sejalan dengan kenaikan harga rumah primer, menciptakan kesenjangan antara pendapatan dan biaya kepemilikan rumah,” kata Bhima.
Bank Indonesia melaporkan bahwa pada kuartal II/2023 harga rumah di Tanah Air melanjutkan tren meningkat.
Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) kuartal II/2023 naik 1,92% year on year, atau lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pada kuartal I/2023 yang sebesar 1,79% YoY.
Kenaikkan tersebut bersamaan dengan kenaikkan harga barang pokok. Alhasil, seperti kata Bhima, kesenjangan antara pendapatan dan biaya untuk memiliki rumah makin lebar.
Tidak hanya itu, milenial juga ragu untuk memiliki rumah karena status pekerjaan yang masih kontrak.
Survei nasional bertajuk Keterjangkauan Harga Perumahan Nasional dari UniTrend menunjukkan ketidakstabilan pendapatan, tabungan dan pekerjaan yang belum tetap memicu keraguan generasi muda untuk membeli hunian.
Sebanyak 47,2% dari total 1.192 responden yang terlibat dalam survei tersebut merasa pendapatan mereka belum stabil. Selain itu, 43,7% merasa tabungannya masih sedikit dan belum memiliki pekerjaan yang tetap sebanyak 8,5%.
Tersayat Persyaratan
Berbeda dengan survei UniTrend, Putri Intan (27) menyampaikan ketidakmampuan dirinya untuk memiliki rumah disebabkan oleh persyaratan yang tidak ramah.
Wanita yang sehari-hari bekerja di salah satu perusahaan retail itu lebih dari 3 kali mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR), tetapi selalu berujung pada penolakan.
“Proses pengajuan di bank-bank lain terhambat oleh persyaratan yang sulit dan penambahan biaya hingga dua kali lipat dari uang muka (down payment/DP) awal, tidak termasuk biaya akad dan lainnya setelah DP,” ucapnya pada Bisnis.
Pengalaman tersebut membuat Intan hampir putus asa untuk memiliki rumah. Intan beranggapan bahwa seluruh bank sama, memiliki persyaratan yang sulit dipenuhi oleh generasi milenial.
Walau pada akhirnya, Intan mengakui bahwa dirinya salah besar.
Atas rekomendasi beberapa teman dekatnya, Intan akhirnya menemui sejumlah bank dengan persyaratan yang terbilang ringan dan dapat dijangkau milenial. Salah satunya adalah persyaratan yang diberikan oleh PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BTN).
Intan memutuskan untuk mengambil KPR di BTN. Adapun, wilayah hunian yang dirinya pilih berlokasi di daerah Mauk, Tangerang Utara. Baginya, BTN mendukung generasi milenial untuk memiliki properti dan memungkinkan proses pengajuan properti pada usia yang relatif muda.
Taktik BTN
Selain memberikan persyaratan yang relatif lebih mudah bagi generasi muda, untuk meningkatkan tingkat kepemilkan rumah di generasi milenial BTN juga aktif jemput bola.
BTN terus mempermudah masyarakat di segala usia untuk mengakses KPR melalui kantor cabang hingga kanal digital. BTN memproses KPR lewat sistem one processing center. Pemusatan dengan memanfaatkan peran teknologi ini membuat proses verifikasi calon debitur menjadi lebih cepat.
Perseroan juga terus melakukan optimasi terhadap portal web dan aplikasi BTN Properti, yang membuat debitur lebih mudah dalam mengakses profil rumah yang ingin dibeli.
Digitalisasi juga dilakukan dalam proses analisis risiko debitur maupun pemberkasan. Untuk melengkapi kedua strategi yang menitikberatkan pada teknologi dan digitalisasi tersebut,
BTN juga terus menjajaki berbagai potensi kemitraan untuk masa mendatang. Salah satunya dilakukan lewat kerja sama dengan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).
Direktur Utama BTN Nixon L.P. Napitupulu mengakui generasi milenial merupakan salah satu segmen yang paling aktif dalam mengambil pembiayaan perumahan dari bank tersebut.
Dengan begitu, pihaknya juga mendukung upaya pemerintah mengintegrasikan pembangunan perumahan dengan sarana transportasi massal atau transit oriented development (TOD).
“Perumahan Puri Delta Tigaraksa ini sesuai dengan Konsep TOD, karena jarak dengan stasiun dekat sekali. Ini akan memudahan mobilisasi mereka yang bekerja di Ibu Kota Jakarta,” katanya.
Bahkan, pada 2024, BTN akan terus berfokus pada penyaluran KPR subsidi dan nonsubsidi sebagai mesin penggerak. Di KPR nonsubsidi terdapat mesin baru bernama consumer self center di mana pada tahun lalu terdapat di tiga tempat, yakni Kelapa Gading Jakarta, BSD City, dan Surabaya.
“Ini akan melihat seberapa efektif di tiga tempat tersebut. Lokasi tersebut penjualan rumah-rumah dari developer nasional terbesar,” kata Direktur Konsumer BTN Hirwandi Gafar kepada Bisnis.
Pada 2024, BTN akan menambah tiga lokasi consumer self center di Medan, Bandung, dan Makassar. Hingga akhir tahun 2024, ditargetkan terdapat enam lokasi consumer self center sebagai mesin penggerak KPR nonsubsidi dengan plafon hunian lebih dari Rp750 juta.
“Kenapa masuk ke sana? Kami ingin portofolio per unit akan terus meningkat. Dulunya Rp300 juta, sekarang sudah menuju ke Rp500 juta,” ucap Hirwandi.
Melalui consumer self center ini, BTN akan memperbanyak segmen konsumen kalangan menengah ke atas. Pasalnya, KPR BTN selama ini didominasi dari segmen menengah ke bawah.
Testimoni
Sementara itu, Nanda Emilia, seorang pekerja di Karawang, Jawa Barat, memilih KPR BTN karena memberikan keuntungan berlipat yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansialnya.
Pertama-tama, wanita kelahiran Bandar Lampung itu merasa puas karena dapat memiliki rumah dengan harga yang sesuai dengan kantong dan kebutuhan pribadinya.
Kemampuan KPR BTN untuk menyediakan solusi perumahan yang terjangkau memberikan kesempatan kepada Nanda untuk memiliki tempat tinggal yang nyaman tanpa menguras tabungan secara berlebihan.
"Kedua karena alasan cicilan yang ringan, yang tidak memberatkan anggaran bulanan,” ucap Nanda kepada Bisnis.
Selain itu, digitalisasi yang dilakukan BTN juga mempermudah dirinya dalam mengumpulkan berbagai kebutuhan untuk memiliki rumah. BTN Mobile menjadi wadah yang cukup lengkap karena dapat mengurus segala keperluan lewat genggaman.
Pada akhirnya, Putri dan nanda hanyalah contoh kecil dari besarnya asa untuk bisa mendapatkan hunian tetap. Asa yang juga menjadi landasan BTN untuk memaksimalkan peran utamanya sebagai penopang perekonomian negeri.
Sebagai konteks, BTN berhasil menyalurkan kredit dan pembiayaan sebesar Rp333,69 triliun pada 2023 atau naik 11,9% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp298,28 triliun.
Pertumbuhan di sisi kredit dan pembiayaan ini melampaui pencapaian kredit yang disalurkan industri perbankan nasional sebesar 10,38% pada 2023.
Adapun, pertumbuhan kredit BTN tahun 2023 masih didominasi oleh kredit ke sektor perumahan. Untuk penyaluran KPR Subsidi pada tahun 2023 mengalami kenaikan 10,9% menjadi Rp161,74 triliun dari perolehan tahun lalu yang sebesar Rp145,86 triliun.
Sedangkan untuk KPR Non Subsidi juga mengalami pertumbuhan sebesar 9,5% dari Rp87,82 triliun pada tahun 2022 menjadi Rp96,17 triliun pada tahun 2023.