Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menghentikan kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 pada bulan depan atau Maret 2024. Seiring dengan itu, nilai kredit restrukturisasi Covid-19 di perbankan pun kian melandai.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan kredit restrukturisasi Covid-19 turus turun mencerminkan sektor riil yang sudah bangkit.
"Kami yakin transisi menuju normalisasi akan berjalan baik didukung dengan pencukupan pencadangan yang dibentuk selama ini," ujarnya dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) pada Selasa (20/2/2024).
Berdasarkan data OJK, jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 melanjutkan tren penurunan menjadi sebesar Rp265,78 triliun per Desember 2023, dibandingkan November 2023 Rp285,32 triliun atau turun Rp19,53 triliun.
Sementara, jumlah nasabah kredit restrukturisasi Covid-19 tercatat sebanyak 1,04 juta nasabah per Desember 2023, turun dibandingkan November 2023 sebanyak 1,14 juta nasabah.
Adapun, jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 yang bersifat targeted atau segmen, sektor, industri dan daerah tertentu yang memerlukan periode restrukturisasi kredit/pembiayaan tambahan selama satu tahun sampai 31 Maret 2024 adalah 42,3% dari total porsi kredit restrukturisasi Covid-19.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, OJK akan mengakhiri kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024. Awalnya restrukturisasi kredit Covid-19 direncanakan berakhir pada Maret 2023, namun OJK telah memperpanjang restrukturisasi Covid-19 secara terbatas, yakni kepada tiga segmen dan wilayah tertentu saja hingga Maret 2024.
Tiga segmen yang diperpanjang restrukturisasinya adalah UMKM, penyediaan akomodasi dan makan-minum, serta beberapa industri yang menyediakan lapangan kerja besar. Sementara, berdasarkan wilayah, OJK masih mempertimbangkan bahwa Provinsi Bali belum pulih sepenuhnya dari Covid-19.
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan dengan akan berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 dari OJK, bank harusnya sudah lebih siap menanggulangi. Bank pun perlu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit.