Bisnis.com, JAKARTA- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan tidak akan memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit terkait Covid-19 yang bakal berakhir pada akhir Maret 2024. Namun, dirinya mempersilakan bank yang ingin melakukan restrukturisasi lanjutan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyebut pengakhiran ini tentu telah melewati berbagai pertimbangan regulator, mulai dari per sektor hingga kemampuan bank dalam menangani persoalan dan penilaian atas cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang tinggi.
"Tapi meski restrukturisasi tidak diperpanjang. Tapi, kami tidak melarang bank untuk melanjutkan restrukturisasi dengan ketentuan normal. Jadi tidak ada ketentuan yang sifatnya regulasi," ucapnya dalam Perbanas Seminar Economic Outlook 2024, Jumat (22/3/2024).
Dirinya juga yakin dengan berakhir restrukturisasi Covid-19 tidak akan memberikan dampak yang signifikan dan percaya bahwa perbankan RI mampu menghadapi masalah yang tersisa.
"Jadi, [masalah yang tersisa itu] hanya di industri tertentu dan kita sudah tahu bahwa itu sudah bermaslaah sejak sebelum Covid-19," tuturnya.
Adapun, dari pemain syariah yaitu PT Bank BCA Syariah menyebut akan melakukan restrukturisasi ulang pada sektor tekstil, sedangkan sektor lain seperti UMKM akan diselesaikan pada akhir Maret 2024.
Baca Juga
“Sebagian besar yang telah melakukan restrukturisasi covid-19 membaik,” ucap Direktur BCA Syariah Ina Widjaja saat ditemui Bisnis di Jakarta, Selasa (5/3/2024).
Tercatat, per akhir Desember 2023, pembiayaan yang direstruktur mencapai Rp549,1 miliar, di mana restrukturisasi Covid-19 mencapai 81% atau Rp443,6 miliar, sedangkan non Covid-19 tersisa hanya 19% atau senilai Rp105,5 miliar.
Adapun, BCA Syariah mencatatkan CKPN terhadap outstanding per akhir Desember sebesar 4,7%. Lalu, CKPN terhadap financing at risk (FAR) 74,3% dan CKPN terhadap NPF mencapai 454%
Seiring dengan berakhirnya relaksasi Covid-19, dari segi kualitas pembiayaan BCA Syariah mencatatkan rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) gross sebesar 1,04% dari 1,42% dan nett 0% dari sebelumnya 0,01%
Senada, Direktur Risk Management PT Bank Syariah Tbk. (BRIS) Grandhis Helmi Harumsyah menyebut perseroan telah menyiapkan nilai cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) terhadap nasabah-nasabah yang dikategorikan restrukturisasi Covid-19.
Seiring dengan berakhirnya restrukturisasi, per akhir 2023, rasio NPF gross BSI pun mengalami perbaikan, turun menjadi 2,08% dari level 2,42% pada tahun 2022
“Dari yang restrukturisasi Covid-19 itu juga kita bagi, ada yang memang kategori 1 artinya dia bisa [sudah] kondisinya membaik dan melakukan pembayaran sesuai dengan contractual restrukturisasi, nah itu kita sudah rilis ada sekitar Rp1,9 triliun yang sudah kita write off,” ujarnya dalam Konferensi Pers di Kementerian BUMN, Senin (18/3/2024)
Tak hanya itu, dia juga menyebut akan melakukan restrukturisasi ulang pada sejumlah sektor, sayangnya dia tak menyebut lebih lanjut.
“Sekarang pun ada sebagian yang masih contractual covid, artinya pada saat Covid dia [debitur] kita berikan relaksasi sampai dengan katakanlah 2025. Tapi yang jelas dari sejumlah yg akan running terus sekitar Rp2 triliun itu sudah cukup dari sisi persiapan CKPN,” ujarnya
Berdasarkan data OJK, jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 tersisa Rp251,21 triliun per Januari 2024. Jumlah ini turun Rp14,57 triliun dibandingkan periode Desember Rp265,78 triliun.
Saat yang sama, NPL perlahan merangkak naik. NPL net pada Januari 2024 berada pada level 0,79%. Berbanding Desember 2023 sebesar 0,71%. Selanjutnya NPL gross mendaki ke level 2,35% pada Januari 2024, dari sebelumnya 2,19%.
“[Meski demikian] perkembangan industri perbankan masih melanjutkan pertumbuhan positif,” katanya beberapa waktu lalu.
Tercatat, kredit tumbuh dobel digit di awal tahun 11,83% yoy dari Desember 10,38% menjadi Rp7.058 trilun dan permodalan di level 27,54% pada Januari 2024
Sementara itu, industri perbankan pun dinilai cukup memadai tercermin dari Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing naik menjadi 123,42% dan 27,79% , atau jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.