Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan nilai tukar rupiah yang kini memasuki tren penguatan menuju Rp16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) ditopang beberapa faktor.
Perry menyampaikan selain keputusan kebijakan moneter mengerek suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,25%, terdapat empat hal yang mendorong rupiah terus menguat.
“Alasannya empat, kenapa rupiah menguat dan stabil. Satu, menariknya imbal hasil yield differential,” ungkapnya dalam acara Taklimat Media Perkembangan Ekonomi Terkini, Rabu (8/5/2024).
Faktor lainnya, premi default swap (CDS) yang mengalami penurunan. Perry menuturkan perkembangan CDS Indonesia 5 tahun per 7 mei turun menjadi 69,9 bps, turun dibandingkan 3 Mei 2024 sebesar 70,69 bps.
Ketiga, prospek ekonomi yang lebih baik turut mendorong rupiah menguat.
Sebagaimana diketahui, ekonomi Indonesia pada kuartal I/2024 mampu tumbuh 5,11% (year-on-year/yoy).
Baca Juga
Terakhir, komitmen BI untuk menstabilkan nilai tukar menjadi faktor rupiah terus menguat.
Pada kesempatan yang sama, dampak dari kebijakan suku bunga 6,25% juga membuka aliran modal ke pasar Surat Berhaga Negara (SBN) maupuan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) serta saham.
“Inflow-nya kan gede, dengan inflow itu kami memperkirakan rupiah akan lebih menguat dari yang kami perkirakan. Kami terus akan menjaga ke sekitar Rp16.000 dan mengupayakan turun di bawah Rp16.000 per dolar AS,” lanjutnya.
Per pekan kedua Mei 2024, Perry melaporkan aliran masuk modal asing di pasar keuangan domestik tercatat sebesar Rp22,84 triliun.
Secara perinci, aliran modal asing yang masuk ke pasar SBN mencapai Rp8,1 triliun, terdiri atas inflow senilai Rp5,74 triliun pada pekan pertama Mei 2024 dan Rp2,36 triliun pada pekan kedua Mei 2024.
Adapun, pada perdagangan Rabu (8/5/2024), rupiah ditutup pada posisi Rp16.047 per dolar AS.
Menguat dari akhir pekan lalu yang senilai Rp16.083 per dolar AS setelah sebelumnya sempat tembus Rp16.200.