Bisnis.com, JAKARTA -- Sederet bank milik konglomerat Tanah Air seperti Chairul Tanjung, Anthoni Salim, hingga bos Mayapada Dato' Sri Tahir, terus mengerek kinerja pada tiga bulan awal 2024, termasuk berupaya makin efisien dengan menekan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO).
Perbaikan efisiensi ini dilihat dari rasio BOPO perbankan. Makin kecil rasio BOPO menunjukkan semakin efisiennya perbankan dalam menjalankan usahanya.
Efisiennya bank para crazy rich ini dinilai sudah sepatutnya. Pasalnya, menurut Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin ada sejumlah keunggulan bagi para bank milik konglomerat, di mana bank ini bisa mendapatkan dukungan ekosistem dari grup usaha yang membuat aktivitas perbankan lebih aktif dan efisien.
Tak hanya itu, dengan ekosistem yang luas, bank bisa melempar kredit dengan aman serta menampung dana pihak ketiga (DPK) yang murah.
“Bank konglomerat itu modalnya juga kencang jadi bisa ekspansi apa saja. Lalu, komitmen pemegang saham pengendali kuat. Apalagi, bisnis mereka [konglomerat] banyak, pasti perlu dukungan finansial dan menjadi keharusan maintain kinerja bank,” ujarnya pada Bisnis belum lama ini.
Menurutnya, perbaikan efisiensi di bank terjadi karena para pemain mulai menekan biaya bunga dan beban biaya operasional yang rendah. Tak hanya itu, digitalisasi juga menjadi kunci upaya bank dalam menekan biaya operasional tersebut.
Baca Juga
Ambil contoh, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) milik Hartono bersaudara, yang merupakan bank jumbo Tanah Air, mencatatkan penyusutan BOPO sebesar 369 basis poin menjadi 43,96% per Maret 2024 dari periode yang sama tahun lalu 47,65%. Artinya bisnis bank jumbo ini makin efisien.
Sebelumnya, Executive Vice President Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn sempat mengatakan penurunan rasio BOPO di BCA sejalan dengan pengelolaan operasional perbankan yang efisien melalui optimalisasi layanan transaksi perbankan digital dan transaksi nontunai, serta penerapan digitalisasi pada proses bisnis internal.
"Kami secara konsisten mengusung konsep hybrid banking untuk memberikan layanan secara holistik, baik di ekosistem online maupun offline," ungkap Hera.
Kemudian, PT Bank Panin Tbk. (PNBN) atau PaninBank juga mencatatkan penyusutan BOPO sebesar 283 basis poin (bps) ke level 77,09% pada kuartal I/204, dari sebelumnya 79,92%.
Sebagai informasi, konglomerat Mu'min Ali menjadi salah satu pengendali saham di Bank Panin lewat PT Panin Investment.
Seiring dengan penurunan BOPO, Presiden Direktur PaninBank Herwidayatmo menyebut saat ini pihaknya terus menyempurnakan layanan digital yang lebih lengkap untuk meningkatkan customer experience, di samping layanan yang diberikan melalui kantor cabang.
"Kami berharap nasabah bisa melakukan beragam aktivitas perbankan, termasuk untuk pembukaan rekening, tabungan, transaksi, investasi, dan pinjaman, secara mudah dan efisien", ujarnya.
Sebaliknya, PT Bank Mayapada Tbk. (MAYA) milik konglomerat Dato' Sri Tahir menunjukkan arah yang berbeda, di mana rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional mengalami kenaikan 164 basis dari semula 98,07% menjadi 99,71%
Adapun, Bank Mayapada membukukan laba bersih senilai Rp5,5 miliar pada kuartal I/2024. Nilai tersebut turun 84,51% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan dengan laba bersih periode yang sama tahun sebelumnya, yang senilai Rp35,51 miliar.
Hal ini pun diikuti oleh PT Bank Mega Tbk. (MEGA) yang dikuasai Chairul Tanjung membukukan pembengkakan BOPO 589 bps ke level 67,86% per Maret 2024 dari sebelumnya 61,97%.
Kenaikan BOPO ini seiring dengan menurunnya labanya Bank Mega sebesar 18,55% yoy menjadi Rp802,51 miliar pada kuartal I/2024, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya dengan laba Rp985,38 miliar.