Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja intermediasi perbankan cenderung meningkat, tecermin dari penyaluran kredit hingga penghimpunan dana dengan profil risiko yang tetap terjaga.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyebutkan trajektori pertumbuhan kredit sampai dengan Maret 2024 berada di posisi tertinggi jika dibandingkan tren prapandeminya, sehingga diperkirakan target pertumbuhan kredit 9%-11% dapat tercapai.
Kemudian, trajektori pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) hingga Maret 2024 berada di atas trajektori pertumbuhan pra-pandemi (rata-rata 7,8%), sehingga target pertumbuhan 7%-9% dapat dicapai.
“Namun perlu dicermati normalisasi belanja pemerintah ke depan mengingat pertumbuhaan saat ini didorong peningkatan belanja pemerintah,” ujarnya di Jakarta, Senin (20/5/2024)
Sebagaimana diketahui, kredit per Maret 2024 tumbuh dobel digit, sebesar 12,4% secara tahunan menjadi Rp7.245 triliun. Angka ini naik secara bulanan, dari Februari 2024 yang mencapai 11,28%.
Adapun, dana pihak ketiga (DPK) juga secara bulanan tumbuh positif. Pada Maret 2024 DPK tercatat mencapai 1,9% (month to month/Mtm) dari sebelumnya 0,3%. Secara tahunan, DPK tumbuh 7,44% menjadi Rp8.601 triliun dari sebelumnya Rp8.006 triliun.
Baca Juga
Lebih lanjut, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL) gross Maret-24 turun ke level 2,25% dari bulan sebelumnya yakni 2,35 % atau Rp163,25 triliun. Sementara, loan at risk menjadi 11,10% atau Rp804,18 triliun, juga turun dari posisi Februari 2024 sebesar 11,56% atau Rp820,30 triliun
Lebih lanjut, dari sisi likuiditas, Loan to deposit ratio (LDR) yang merupakan rasio pinjaman terhadap simpanan berada dalam tren yang meningkat dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR) berada pada level 218,63 dan rasio Net Stable Funding Ratio (NSFR) berada di level 131,35, di atas threshold OJK yang sebesar 100%
“Ini mengindikasikan industri perbankan memiliki dana yang cukup stabil dalam jangka panjang,” ucapnya.
Sebelumnya, Mahendra mengatakan saat ini ekonomi global masih dipenuhi oleh ketidakpastian yang didorong oleh ketegangan geopolitik. Selain itu, adanya proyeksi penurunan inflasi global yang berada di bawah ekspektasi pasar sehingga menimbulkan goncangan di pasar keuangan global.
"Stabilitas jasa keuangan nasional masih terjaga dengan kinerja intermediasi yang kontributif dan didukung oleh likuiditas yang memadai serta permodalan yang kuat di tengah ketidakpastian global," ujarnya dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil RDK Bulanan April 2024, Senin (13/5/2024).
Mahendra menyebutkan di Amerika Serikat, pertumbuhan melambat sebesar 1,6% QtQ dari sebelumnya sebesar 3,4%, yang disebabkan oleh peningkatan impor secara signifikan. Kendati demikian, kinerja ekonomi AS masih menunjukkan tanda-tanda penguatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspektasi semula.
"Hal ini mendorong kembalinya ekspektasi higher for longer menjadi menurun. Artinya perkiraan terjadinya pemotongan tingkat Fed Fund Rate dalam waktu dekat berkurang," jelasnya.
Sementara, berbeda dengan the Fed, Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank of England dihadapkan pada dilema pertumbuhan ekonomi rendah dan inflasi yang masih tinggi di kawasan Eropa. Namun, pasar berekspektasi ECB maupun BoE akan menurunkan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Di China, rilis beberapa data ekonomi berada di atas ekspektasi pasar meskipun di domestik permintaan masih melemah. Pemerintah China pun terus merilis kebijakan fiskal dan moneter masih akomodatif.
Di dalam negeri, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2024 sebesar 5,11% YoY atau lebih tinggi ketimbang kuartal IV/2023 yang sebesar 5,04% YoY.
Pertumbuhan ini didorong oleh konsumsi nonprofit yang melayani rumah tangga dengan kenaikan 24,3% dan konsumsi pemerintah sebesar 19,9% YoY.
"Ke depan perlu dicermati normalisasi pertumbuhan ekonomi seiring berakhirnya Pemilu dan Ramadan, serta normalisasi harga komoditas yg menekan kinerja ekspor," kata Mahendra.