Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) diminta menahan laju kenaikan suku bunga acuan BI Rate pada pengumuman hari ini (22/5/2024) karena dinilai tidak memiliki urgensi untuk mengubah arah kebijakan.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang lebih baik setelah beberapa bulan mengalami tekanan besar untuk harga dan nilai tukar.
Riefky menjelaskan, tingkat inflasi domestik pada April 2024 melandai ke 3% secara tahunan, dari bulan sebelumnya sebesar 3,05%, dikarenakan el nino yang mereda dan intervensi aktif oleh pemerintah.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2024 tercatat tumbuh 5,11% secara tahunan, lebih tinggi dari pertumbuhan pada kuartal sebelumnya sebesar 5,04% secara tahunan.
“Pertumbuhan ini, di tengah ketatnya kondisi moneter global, perlambatan ekonomi China, dan moderasi harga komoditas, menegaskan ketahanan perekonomian Indonesia,” katanya, Selasa (21/5/2024).
Indonesia pun mencatatkan surplus perdagangan sebesar US$3,56 miliar pada April 2024, yang menandakan surplus selama 4 tahun beruntun.
Baca Juga
Dari sisi eksternal, Riefky mengatakan bahwa indikasi meredanya tekanan perekonomian di Amerika Serikat, turunnya tensi geopolitik, dan bauran kebijakan BI telah mendorong masuknya arus modal dan memicu stabilnya nilai tukar rupiah.
Dia merincikan, data perekonomian saat ini akan mendukung berlanjutnya prospek untuk the Fed menurunkan suku bunganya dalam beberapa bulan mendatang.
Di samping tekanan yang menurun, langkah BI menaikkan suku bunga dan intervensi aktif melalui berbagai instrument, termasuk Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), juga memberikan daya tarik tambahan terhadap arus modal ke pasar obligasi domestik.
Tercatat, sejak 19 April hingga 17 Mei, arus modal masuk ke pasar obligasi domestik tercatat mencapai US$0,08 miliar.
Arus modal masuk neto dalam beberapa pekan terakhir pun mendorong penguatan rupiah sebesar 1,4% secara bulanan dan saat ini berada pada level Rp15.950 per dolar AS dari Rp16.250 per dolar AS pada 19 April lalu.
Secara year-to-date, rupiah terdepresiasi sebesar 3,8%. Riefky mengatakan tingkat depresiasi tersebut cukup baik dibandingkan dengan nilai tukar beberapa negara peers.
“Mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, nampaknya tidak ada kebutuhan untuk BI merubah suku bunga kebijakan dalam Rapat Dewan Gubernur mendatang. Oleh sebab itu, kami berpandangan BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6,25% pada Mei 2024,” katanya.