Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) Jahja Setiaatmadja membeli saham BBCA sebanyak 221.100 lembar. Adapun, dalam sepekan perdagangan terakhir harga saham BBCA tercatat turun.
Berdasarkan keterbukaan informasi dikutip Senin, (3/6/2024), Jahja membeli saham BBCA sebanyak 221.100 lembar pada pekan lalu, tepatnya 30 Mei 2024. Jahja membeli saham BBCA di harga Rp9.000 per lembar.
"Tujuan transaksi untuk investasi," tulis Manajemen BBCA di keterbukaan informasi.
Dalam pembelian itu, Jahja merogoh kocek sebanyak Rp1,98 miliar. Alhasil, kepemilikan saham Jahja di BBCA menebal. Tercatat, Jahja menggenggam saham BBCA sebesar 33,85 juta lembar atau dengan harga penutupan Rp9.250 nilai ini setara Rp313,1 miliar.
Adapun, harga saham BBCA terpantau lesu dalam sepekan lalu perdagangan atau dari 27 Mei 2024 ke 31 Mei 2024. Pada saat Jahja membeli saham BBCA yakni 30 Mei 2024, harga saham BBCA turun 1,64%.
Harga BBCA memang naik pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu (31/5/2024) sebesar 2,78% ke level Rp9.250 per lembar. Namun, dalam sepekan, harga saham BBCA tetap turun 1,86%. Harga saham BBCA juga turun 1,6% year to date (ytd).
Baca Juga
Vice President Infovesta Wawan Hendrayana mengatakan sektor perbankan memang menghadapi tantangan. "Kenaikan suku bunga acuan dapat memperlambat penyaluran kredit dan ada kekhawatiran naiknya nonperforming loan [kredit bermasalah/NPL]. Pertumbuhan labanya juga bisa jadi tidak setinggi tahun lalu," ujarnya kepada Bisnis pada beberapa waktu lalu (31/5/2024).
Bank Indonesia (BI) memang telah memutuskan untuk menaikan suku bunga acuan atau BI Rate 25 basis poin (bps) dari level 6% ke level 6,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 23-24 April 2024. Kenaikan tersebut merupakan yang pertama kali sejak Oktober 2023.
Adapun, dalam RDG terbaru periode 21-22 Mei 2024, BI memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya di level 6,25%.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus juga menilai saham perbankan mengalami koreksi seiring sentimen negatif di pasar, di antaranya terkait suku bunga acuan. Namun, prospek saham perbankan masih baik untuk jangka panjang.
“Akan tetapi, potensi valuasi di masa yang akan datang masih sangat baik,” ujarnya.