Bisnis.com, BATAM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap penyebab judi online sulit diberantas lewat pemblokiran rekening bank. Namun, otoritas sedang meminta bank membuat sistem untuk memungkinkan menelisik pengiriman uang haram itu lewat sistem perbankan.
Wakil Ketua OJK Mirza Adityaswara menyampaikan transaksi judi online di perbankan sulit dilacak karena nilainya sangat kecil, sedangkan jumlah rekeningnya sangat banyak.
“Saat ini sekitar 5.000 rekening kita tutup atau blokir. Upaya itu tidak berhenti di situ. Harus bisa kita tracing rekening ini, sebenarnya ke mana larinya,” ujarnya dalam Forum Group Discussion dengan editor media massa di Batam, Sabtu (8/6/2024).
Dia mengutarakan, kemampuan bank dalam melacak transaksi mencurigakan tidak signifikan, karena nilai yang wajib dilaporkan kepada PPATK minilal Rp500 juta. Padahal, transaksi pada judi online nilainya sangat kecil.
Oleh sebab itu, sambungnya, perlu dibangun sistem untuk mendeteksi transaksi judi online. Menurutnya, sistem harus dibangun oleh perbankan agar dapat mengetahui lebih detail transaksi judi online.
“Ini harus dibangun suatu sistem. Kalau PPATK transaksi di atas Rp500 juta harus dilaporkan. Kalau judi online tidak Rp500 juta. Kecil-kecil jumlahnya, ini bank harus menelusuri, ini harus buat sistem memantau pergerakan aneh rekening-rekening kecil itu. Kami upayakan hal tersebut bisa terjadi,” jelasnya.
Baca Juga
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya instruksikan Satgas Pemberantasan Judi Online agar dapat menekan perputaran uang atau nilai transaksi yang terjadi di bidang tersebut.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyebut bahwa hingga kuartal I/2024 nilai transaksi yang terjadi di lingkup judi online mencapai Rp100 Triliun.
“Per kuartal I/2024 itu hampir Rp100 triliun transaksinya, jadi memang meresahkan sekali aktivitas dari judi online ini,” katanya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Mei 2024.
Lebih lanjut, dia mengamini bahwa Kepala Negara pun menginstruksikan agar perputaran uang di judi online harus dapat menurun secara signifikan.
Meski begitu, Budi mengaku tak ada ada target khusus dari Presiden asal Surakarta itu mengenai berapa persentase penurunan dari nilai transaksi yang harus bisa diturunkan oleh satuan tugas (satgas) pemberantas judi online ke depan.
“Belum tahu [persentasenya] tetapi harus signifikan, paling enggak dengan langkah-langkah lebih nyata ini kan harus komprehensif berantas judi online,” pungkas Budi.
Adapun, pada 2023 itu sebanyak 3,2 juta warga negara bermain judi online dengan persentase 80% bermain di bawah nilai Rp100 ribu.
Bahkan, berdasarkan pantauan PPATK, pada 2023 ada 168 transaksi judi online dengan potensi perputaran uang Rp327 triliun. Di sisi lain, OJK mencatat ada 5.000 rekening yang sudah dibekukan karena adanya kegiatan yang anomali.