Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta masyarakat berhati-hati memberikan informasi berupa data diri pribadi terutama seperti NIK, KTP serta foto wajah.
Pasalnya, ini bisa dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab untuk membuat rekening hingga akses pinjaman online tanpa izin korban.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan banyak kasus korban tidak menyadari bahwa data pribadi mereka digunakan secara tidak benar.
Apalagi, terkait permintaan data diri sebagai dalih, misalnya saat melamar pekerjaan atau untuk kepentingan lain yang sebenarnya tidak relevan.
“Karena pada dasarnya mereka [korban] tidak mengetahui bahwa datanya digunakan oleh pihak tidak bertangungjawab, [biasanya terjerat] lebih kepada [sifat] kepolosan, termasuk melamar pekerjaan,” katanya pada RDK Bulanan, Senin (8/7/2024).
Adapun, dirinya menjelaskan dalam POJK/22 2023 tertuang bahwa OJK sudah sangat jelas mengatur terkait data kerahasiaan dan konsumen. Aturan ini juga telah mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi
Baca Juga
"Dalam ketentuan tersebut kita mengatur bahwa PUJK wajing bertanggung jawab atas kerahasiaan dan keamanan data konsumen, termasuk mewajibkan persetujuan konsumen atas penggunaan data pribadi di luar tujuan awal," jelas wanita yang disapa Kiki ini.
Lebih lanjut, dia menyebut PUJK juga juga dilarang memberikan data konsumen ke pihak lain, kemudian PUJK juga dilarang menggunakan data pibadi konsumen yang telah mengakhiri penggunaan pelayanannnya, hingga larangan menggunakan data pribadi konsumen yang permohanan atas penggunaannya sempat ditolak.
“Jangan sampai misal kita ajukan kredit, dibilang ditolak, ternyata data kita digunakan oleh pihak lain,” tambahnya.
Terlepas dari hal tersebut, sebagaimana diketahui saat ini publik diramaikan oleh munculnya kabar dari, di mana seorang nasabah salah satu bank mengaku kaget tiba-tiba memiliki riwayat transaksi pinjaman online (pinjol) Rp10 juta ketika membuka platform digital BNI.
"Gais hati hati ya, Data aku disalah gunakan sama HRD tempat aku ngelamar kerja. dibuatin akun @BNI sampe ada history transaksi pinjol 10 juta. dan aku baru tau hari ini karena baru buka apk wondr," tulisnya di platform X pada beberapa waktu lalu.
Setelah mendapati riwayat transaksi janggal itu, dia langsung datang ke kantor cabang BNI. Kemudian, pihak BNI melalukan investigasi dengan langsung menghubungi perusahaan tempat HRD yang diduga menyalahgunakan data nasabah BNI itu.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan atas adanya kasus tersebut, pihak BNI langsung melakukan upaya pendalaman.
Menurutnya, penyalahgunaan pada kasus tersebut bisa saja terjadi di rekening payroll awal nasabah yang difasilitasi perusahaan. Meski begitu, pihak staf HRD-nya lah yang melakukan penyalahgunaan data sehingga terjadi kasus tersebut.
"Jadi, bukan salah wondr-nya. Enggak ada isu mengenai wondr. Dari sisi security-nya sih sudah kuat. Isunya tuh dulu dia [nasabah] pernah buka rekening saja," ujar Royke setelah rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI pada Senin (8/7/2024).