Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Blak-blakan soal Nasib Rupiah Usai Insiden Penembakan Donald Trump

Bank Indonesia (BI) buka suara soal dampak insiden penembakan Capres AS Donald Trump terhadap nilai tukar rupiah.
Uang rupiah pecahan Rp100.000 dan Rp50.000. - Bloomberg/Brent Lewin
Uang rupiah pecahan Rp100.000 dan Rp50.000. - Bloomberg/Brent Lewin

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah pada Selasa pagi (16/7/2024) dibuka melemah pada level Rp16.199 per dolar Amerika Serikat (AS). Bagaimana prospek rupiah setelah peristiwa penembakan Calon Presiden AS Donald Trump

Mengacu pada data Bloomberg, nilai tukar rupiah tersebut tercatat turun 0,18% atau 29 poin, sementara indeks dolar naik 0,13% ke level 104,019.

Pada perdagangan Senin (15/7/2024), nilai tukar rupiah juga ditutup melemah ke level Rp16.170 per dolar AS, atau melemah 0,21%.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Edi Susianto menyampaikan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah ini salah satunya dipengaruhi oleh peristiwa penembakan Donald Trump, yang mendorong penguatan indeks dolar AS.

“Pasca peristiwa penembakan Trump, dipersepsikan oleh pelaku pasar dapat meningkatkan elektabilitas Trump untuk terpilih dalam Pemilu mendatang, sehingga DXY meningkat kembali,” katanya, dikutip Selasa (16/7/2024).

Selain itu, perkembangan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh rilis data perekonomian China yang berada di bawah ekspektasi pasar, yakni hanya 4,7% pada kuartal II/2024. 

Edi menambahkan rilis neraca perdagangan Indonesia juga berada di bawah ekspektasi pasar. Sejumlah faktor tersebut mendorong pelemahan mata uang Asia, termasuk Indonesia.

Untuk diketahui, surplus neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2024 tercatat sebesar US$2,39 miliar, lebih rendah dari surplus bulan sebelumnya sebesar US$2,92 miliar. Realisasi surplus ini juga lebih rendah dari proyeksi konsensus ekonom yang diperkirakan rata-rata sebesar US$3,03 miliar.

Namun demikian, Edi menegaskan bahwa nilai tukar rupiah ke depan masih berpotensi mengalami penguatan, di tengah berbagai risiko dari sisi eksternal.

“Kami melihat ruang penguatan mata uang Asia termasuk rupiah terbuka, dengan risiko up and down masih akan ada. BI tentu akan terus mencermati perkembangan di AS, Eropa, dan China,” kata Edi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper