Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi dan Digitalisasi di Asean: UOB Group Ungkap Dampaknya pada Pelaku Bisnis

Laporan terbaru UOB Group mengungkapkan bahwa inflasi tinggi telah menjadi tantangan signifikan bagi pelaku bisnis di kawasan Asean dan China.
Pengunjung memperoleh penjelasan dari tim Wealth Management PT Bank UOB Indonesia mengenai update pasar terbaru dan wawasan investasi yang mendalam./Bisnis/Himawan L Nugraha.
Pengunjung memperoleh penjelasan dari tim Wealth Management PT Bank UOB Indonesia mengenai update pasar terbaru dan wawasan investasi yang mendalam./Bisnis/Himawan L Nugraha.

Bisnis.com, JAKARTA - Laporan terbaru UOB Group mengungkapkan bahwa inflasi tinggi telah menjadi tantangan signifikan bagi pelaku bisnis di kawasan ASEAN dan China. Laporan tersebut menyebutkan bahwa pelaku bisnis di Indonesia dan Vietnam mengalami dampak yang lebih berat dibandingkan pasar lainnya.

Sebagaimana diketahui, UOB telah mewawancarai lebih dari 4.000 pelaku bisnis di tujuh pasar di Asean dan China. Ketujuh pasar tersebut adalah Singapura, Malaysia, Indonesia, Thailand, Vietnam, China, serta Hong Kong.

Head of Insights and Transformation UOB Jasmine Yeo mengungkapkan bahwa sektor yang paling terdampak adalah sektor manufaktur, engineering, sektor real estate hingga perhotelan. 

"Akibat dari inflasi yang tinggi, pelaku bisnis melaporkan adanya peningkatan biaya operasional serta kenaikan biaya bahan baku. Semua ini berdampak langsung pada tingkat keuntungan mereka," jelasnya dalam UOB Media Editors Circle, Senin (12/8/2024)

Alhasil, kata Jasmine, untuk menghadapi inflasi, perusahaan-perusahaan di berbagai negara menerapkan strategi berbeda. Ambil contoh, di Vietnam dan Indonesia, fokus utama adalah meningkatkan produktivitas dan efisiensi. 

Sementara itu, perusahaan di Indonesia dan Malaysia juga memperkuat negosiasi harga dengan pemasok. Kemudian, Vietnam dan Malaysia lebih banyak melakukan pemotongan biaya. Terakhir, perusahaan di Indonesia dan Tiongkok berinvestasi dalam digitalisasi untuk menghemat biaya dan meningkatkan efisiensi.

Berdasarkan penelitian UOB, banyak perusahaan di berbagai wilayah telah mengadopsi digitalisasi di satu atau lebih departemen usaha. Adapun, Thailand, China, dan Indonesia menjadi pasar yang memimpin dalam adopsi digital. 

“Digitalisasi yang dilakukan perusahaan bisa berbeda-beda, perusahaan kecil cenderung fokus pada proses yang berhubungan langsung dengan pelanggan, customer service, marketing dan sales,” papar Jasmine.

Sementara itu, perusahaan besar lebih banyak menerapkan digitalisasi untuk meningkatkan efisiensi operasional di area seperti SDM, inventaris, atau rantai pasokan.

Sekitar 62% perusahaan yang sudah menerapkan digitalisasi melaporkan bahwa mereka merasakan kesuksesan, yang berarti digitalisasi telah membantu mereka dalam meningkatkan produktivitas, memperkuat hubungan dengan pelanggan, dan secara keseluruhan memperbaiki kinerja bisnis. 

Lebih lanjut, Jasmine menyebut tiga dari lima perusahaan mengatakan mereka akan terus meningkatkan anggaran untuk digitalisasi dalam setahun ke depan, dengan rencana untuk menghabiskan sekitar 10-25% lebih banyak. 

“Pasar-pasar yang mengalokasikan anggaran digitalisasi lebih tinggi termasuk Indonesia dan China. Selain itu, sektor-sektor seperti real estate dan perhotelan, serta manufaktur dan rekayasa, juga menjadi fokus utama,” ungkapnya.

Meskipun banyak perusahaan berinvestasi dalam digitalisasi, Jasmine mengungkapkan masih menghadapi beberapa tantangan yang perlu diatasi. 

Tantangan utama yang dihadapi bisnis saat ini, pertama soal masalah keamanan siber. Kedua, penerapan biaya teknologi yang mahal.

Ketiga, kurangnya keterampilan digital, di mana banyak perusahaan kekurangan tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk menerapkan digitalisasi.

Keempat, kebutuhan akan pelatihan, ini tercermin bagaimana perusahaan meminta lebih banyak program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan karyawan mereka dalam digitalisasi.

Kelima, koneksi dan dukungan teknologi, yaitu kebutuhan untuk akses yang lebih baik ke mitra teknologi dan solusi, insentif pajak, serta akses yang lebih mudah ke pendanaan dan keahlian.

“Jadi saya pikir, bank bisa memainkan peran untuk menjadi fasilitator dalam menghubungkan bisnis ke mitra yang tepat untuk mendukung [pelaku bisnis] dalam hal digitalisasi,” ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper