Bisnis.com, JAKARTA - Laju penyaluran kredit ke sektor pertambangan terus mengalami lonjakan, seiring upaya perbankan yang gencar menyalurkan pembiayaan hijau demi memenuhi target nol emisi karbon atau Net Zero Emission (NZE) yang dicanangkan pemerintah.
Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan bahwa berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Juni 2024, total penyaluran kredit perbankan ke sektor pertambangan dan penggalian sekitar 8% dari total kredit.
Jika diasumsikan berdasarkan capaian kredit bank RI per Juni 2024 yang mencapai Rp7.478 triliun, maka kredit yang disalurkan ke sektor tambang mencapai Rp598,24 triliun. Itu artinya, angka ini naik Rp269,8 triliun atau tumbuh 82,15% dari bulan sebelumnya yaitu Mei 2024 yang mencapai Rp328,43 triliun.
Apabila dibandingkan secara tahunan, kredit ke sektor ini tumbuh 136,3% yoy dari periode yang sama tahun lalu yaitu Rp253,17 triliun per Juni 2023.
Sebenarnya tren penyaluran kredit tambang yang terus meningkat telah terlihat sejak 2021, di mana saat itu angkanya Rp153,8 triliun. Di mana, saat itu porsiannya hanya menyentuh 2,67% dari total kredit.
Kemudian, pada 2022 angkanya kembali naik menjadi Rp237,39 triliun atau tumbuh 54,35% yoy. Saat itu, porsiannya kembali meninggi menjadi 3,7% dari total kredit. Pada Desember 2023, kredit ke sektor ini mencapai Rp290,47 triliun. Porsiannya mencapai 4,1% dari total kredit saat itu.
Baca Juga
Selanjutnya, angka ini terus meningkat pada awal tahun yaitu Januari 2024 menjadi Rp298,44 triliun. Adapun, porsi kredit ini sebesar 4,23% dari total kredit.
Tren peningkatan ini terus berlanjut hingga lima bulan pertama 2024 yaitu Mei 2024, di mana kredit ke sektor pertambangan mencapai Rp328,43 triliun, tumbuh 28,09% yoy dari periode yang sama tahun lalu yaitu Rp256,41 triliun. Adapun, porsinya mencapai 4,45% dari total kredit.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan dalam pemberian kredit/pembiayaan tersebut, bank diwajibkan untuk mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan antara lain harus memiliki serifikat AMDAL, sebagaimana menjadi pertimbangan dalam penetapan kualitas kredit yang saat ini diatur dalam POJK No.40/2019 dan POJK No.51/2017.
“Selain itu, OJK juga telah menerbitkan Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) yang merupakan transformasi dari Taksonomi Hijau Indonesia Edisi 1.0,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang dikutip Selasa (13/8/2024).
Adapun, TKBI merupakan klasifikasi aktivitas ekonomi yang mendukung upaya dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Indonesia yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial. Di mana, taksonomi dapat digunakan sebagai panduan untuk meningkatkan alokasi modal dan pembiayaan berkelanjutan dalam mendukung pencapaian target Net Zero Emission Indonesia.
Lebih lanjut, kata Dian, dalam penyaluran kredit ataupun pembiayaan termasuk ke sektor pertambangan, tentunya bank akan melihat potensi bisnis ke depan yang juga sejalan dengan kepentingan nasional dengan tetap memperhatikan manajemen risikonya.
Adapun, Dian menyampaikan dalam perencanaan strategi ke depan, saat ini beberapa bank telah memiliki target NZE untuk mendukung target pemerintah pada 2060, di mana tentunya juga telah mempertimbangkan bauran penyaluran portofolionya.
Sementara itu, Direktur Segara Research Institut Piter Abdullah mengatakan kenaikan yang signifikan secara bulanan alias (month-to-month/mtm) adalah suatu yang wajar.
Ini lantaran, perkembangan penyaluran kredit saat ini memang masih besar ke sektor pertambangan, utamanya pembiayaan terkait dengan penyediaan listrik.
“Jadi penyaluran kredit itu tidak semata-mata hanya untuk penggalian, eksplorasi tetapi juga di dalam rangka untuk pembiayaan pasokan batu bara yang terkait dengan pembangkit listrik,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (13/8/2024).
Meski demikian, Piter mengatakan sudah pasti target untuk net zero emission telah menjadi suatu visi jangka panjang, namun untuk saat ini alias jangka pendek, penggunaan batu bara masih diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi, dan peralihan ke sumber energi yang lebih bersih harus dilakukan secara bertahap.
Menurutnya, saat ini perekonomian Indonesia itu masih sangat bertumpu kepada sektor tambang khususnya batu bara. Bahkan, baru bara memainkan peran penting dalam ekonomi nasional, karena batu bara menjadi salah satu komoditas utama ekspor asal Indonesia.
“Kalau kita langsung mau jump [loncat] ke zero emission, kita akan mengalami permasalahan besar, karena struktur ekonomi kita belum bisa untuk se-ideal itu dan oleh karena itu masih sangat wajar,” tutup Piter.