Bisnis.com, JAKARTA -- Perusahaan asuransi umum di Indonesia tahun ini menaikkan tarif premi asuransi kesehatan sebagai respons terhadap inflasi biaya medis. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat kenaikan ini mencapai rata-rata 20-30%.
Budi Herawan, Ketua AAUI mengungkapkan kenaikan tarif ini terjadi setelah tahun sebelumnya industri asuransi kesehatan mengalami perang harga, di mana perusahaan bersaing menawarkan produk dengan biaya murah. Namun, dengan adanya inflasi biaya medis, perusahaan asuransi harus menaikkan tarif premi untuk menjaga stabilitas keuangan mereka.
"Kenaikan rata-rata 20-30% ini terjadi di asuransi umum yang fokus pada asuransi kesehatan. Tahun lalu, perang tarif masih terjadi, tapi sekarang kami harus menyesuaikan dengan kondisi inflasi biaya medis," ujar Budi kepada Bisnis, Rabu (14/8/2024).
Menurut Budi, kondisi asuransi kesehatan tahun lalu tidak optimal karena perang harga, yang akhirnya memaksa perusahaan untuk menawarkan premi rendah. Tahun ini, dengan inflasi biaya medis yang terus meningkat, kenaikan tarif premi menjadi langkah yang tak terhindarkan.
Dalam catatan AAUI, kenaikan premi hingga 20-30% ini belum pernah terjadi sebelumnya. "Sebelumnya, kenaikan tarif premi maksimal hanya sekitar 10%. Tapi sekarang kita menghadapi situasi yang berbeda, dan kami tidak ingin kondisi ini terus memburuk seperti yang terjadi di asuransi kredit," tambahnya.
Kenaikan tarif premi ini juga berdampak pada peningkatan pendapatan premi asuransi kesehatan. Hingga Juni 2024, premi asuransi kesehatan dari asuransi umum tercatat naik 16,88% secara tahunan menjadi Rp4,81 triliun. Meskipun demikian, kenaikan premi ini tidak diikuti oleh penambahan jumlah peserta asuransi kesehatan. Mayoritas peserta asuransi kesehatan di asuransi umum masih berasal dari kelompok korporasi, bukan individu.
Baca Juga
"Peserta asuransi kesehatan di asuransi umum mayoritas adalah karyawan dari korporasi, bukan individu. Individu yang membeli asuransi kesehatan melalui asuransi umum masih jarang, kecuali di asuransi jiwa," jelas Budi.
Budi juga menekankan bahwa dalam menetapkan kenaikan tarif premi, perusahaan asuransi mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk daya beli masyarakat yang menurun serta perhitungan aktuaria terkait premi murni, biaya obat, dan biaya rumah sakit.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa salah satu faktor yang mendorong kenaikan premi asuransi kesehatan adalah inflasi biaya medis. "Berdasarkan perkiraan Mercer Marsh Benefits (MMB) Health Trends 2024, inflasi medis di Indonesia diperkirakan mencapai 13% pada 2024, yang menjadi pemicu bagi perusahaan asuransi untuk menaikkan premi demi memastikan dana yang cukup untuk menanggung biaya kesehatan bagi pemegang polis," ujar Ogi.