Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dugaan kerugian negara sebesar Rp38 miliar terkait kasus korupsi pembayaran komisi agen di PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atau Jasindo pada periode 2017-2020.
Pada Selasa (27/8/2024), KPK menahan dua tersangka dalam kasus ini, yaitu Sahat Lumban Tobing (SHT), mantan Direktur Jasindo yang menjabat sejak 2013-2020, dan Toras Sotarduga Panggabean (TSP), pemilik serta pengendali PT Mitra Bina Selaras (MBS).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan, kedua tersangka diduga mengambil manfaat dari pembayaran komisi agen yang dibayarkan oleh Jasindo ke PT Mitra Bina Selaras (MBP). Perusahaan swasta itu disebut tidak melakukan kewajibannya sebagai agen sehingga mengurangi keuntungan Jasindo, yang akhirnya menyebabkan kerugian keuangan negara.
"Bahwa perbuatan tersangka SHT bersama-sama dengan tersangka TSP yang yang diduga mengambil manfaat dari pembayaran komisi agen telah menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar Rp38 miliar," ujar Alex, sapaannya, pada konferensi pers, dikutip Minggu (1/9/2024).
Alex menjelaskan bahwa perkara itu awalnya bermula pada 2016. Pada saat itu, Divisi Pemasaran dan Perbankan Jasindo tengah menjajaki kerja sama melayani asuransi perbankan salah satunya dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Bank pelat merah itu lalu mensyaratkan Jasindo untuk membayar Fee Based Income sebagai komisi karena telah memasarkan dan menggunakan produk Jasindo. Namun, BUMN jasa asuransi itu disebut memiliki kelemahan dalam sistem pengajuan pembayaran Fee Based Income.
Baca Juga
Pada suatu pertemuan, SHT dan TSP, yang ternyata teman sekolah, mulai membahas peluang kerja sama di mana TSP akan menalangi pembayaran Fee Based Income tersebut, dan selanjutnya menerima pembayaran komisi agen bersama keuntungan yang telah disepakati. Keduanya juga menyepakati agar TSP mendapatkan 10% dari total komisi agen yang dibayarkan, serta 90% lainnya diberikan ke kantor cabang.
Tidak hanya itu, kedua tersangka juga membicarakan soal pendirian suatu agen asuransi dan didaftarkan menjadi salah satu agen Jasindo melalui Kantor Cabang S. Parman. Perusahaan itu lalu dibangun pada 2017 bernama PT Mitra Bina Selaras (MBS). Keponakan TSP dan pengurus KSP Dana Karya menjadi pengrus perusahaan itu.
Menurut KPK, pada 22 Maret 2017, PT MBS ditunjuk sebagai agen Jasindo tanpa kelengkapan dokumen sebagaimana diatur dalam tata cara penunjukan keagenan. Meski demikian, PT MBS berhasil memperluas keagenannya ke Semarang, Makassar dan Jakarta.
Dengan modus tersebut, PT MBS mengajukan pembayaran komisi agen atas prestasi yang telah dilakukan. Padahal, hal tersebut dilakukan melalui pembuatan polis asuransi berkode akuisisi 200 dengan agen MBS sehingga seolah-olah penutupan asuransi diperoleh atas prestasi pemasaran produk asuransi.
"Bahwa PT Mitra Bina Selatas dari mulai didirikan sampai dengan menerima komisi agen tidak terdaftar di OJK sesuai dengan peraturan OJK," jelas Alex.
Reaksi Jasindo atas Penapatan Tersangka Mantan Direksi
Jasindo, yang menjadi anggota BUMN Asuransi dan Penjaminan alias Indonesia Financial Group (IFG) menyatakan dukungan penuh atas proses hukum yang dilakukan KPK. Menurut Sekretaris Perusahaan Asuransi Jasindo Brellian Gema, perusahaan mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi termasuk oleh pihak-pihak eksternal yang terlibat dalam kasus tersebut.
"Ini merupakan komitmen perusahaan dalam menerapkan prinsip kepatuhan atas peraturan yang berlaku," katanya, dikutip dari situs resmi Jasindo.
Pihak Jasindo juga disebut akan sangat kooperatif dan terus berkoordinasi dengan KPK untuk proses hukum tersebut.
Tidak hanya itu, Jasindo juga menyoroti kasus lainn yang menyeret perusahaan asuransi itu. Selain kasus pembayaran komisi agen, KPK turut mengusut dugaan korupsi pembayaran komisi terhadap asuransi perkapalan milik PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni 2015-2020.
Brellian menyebut dua kasus yang ditangani KPK itu terjadi sebelum 2019. Sejak 2021, terangnya perusahaan telah melakukan transformasi di segala lini, baik bisnis maupun tata kelola.
"Sehingga, manajemen memastikan bahwa proses hukum ini tidak akan mengganggu operasional dan kegiatan perusahaan," tulisnya.