Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) akan mencermati kondisi pasar keuangan untuk mempertimbangkan penyesuaian suku bunga.
Hal itu dilakukan untuk menyikapi keputusan Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan atau BI Rate dari 6,25% menjadi 6% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 17–18 September 2024 lalu.
Direktur Utama BBNI Royke Tumilaar menjelaskan bahwa pihaknya belum bisa melakukan penyesuaian suku bunga dalam waktu dekat. Pasalnya, BNI akan terlebih dahulu mencermati kondisi pasar keuangan ke depan.
“Penyesuaian suku bunga belum bisa dilakukan segera ini, [karena] ada gap dan tergantung kondisi market,” katanya saat dihubungi Bisnis, Jumat (20/9/2024) petang.
Sementara itu, mengenai prospek kinerja industri perbankan di era suku bunga yang lebih rendah, Royke berharap bahwa kondisi likuiditas di pasar keuangan dapat lebih longgar.
“Industri perbankan berharap terjadi kelonggaran likuiditas di market. Sehingga kompetisi perebutan likuiditas akan menurun,” jelasnya.
Baca Juga
Selain BI, bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve atau The Fed juga memangkas suku bunga acuan untuk pertama kalinya sejak Maret 2020.
Dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang berakhir pada Rabu (18/9/2024) waktu setempat, The Fed memutuskan untuk memangkas suku bunga Fed Fund Rate (FFR) sebesar 50 basis poin, dari posisi 5,25%-5,5% menjadi 4,75%-5%.
Hal ini sesuai dengan perkiraan Royke ketika ditanya Bisnis pada 11 September lalu. Kala itu, dia memperkirakan The Fed akan menurunkan FFR pada rentang 25 hingga 50 bps, serta memperhitungkan hal yang sama untuk BI Rate.
“Dengan penurunan BI rate serta suku bunga instrumen operasi moneter termasuk SRBI [Sekuritas Rupiah Bank Indonesia], maka tekanan likuiditas ketat serta cost of fund [biaya dana] perbankan diperkirakan dapat berkurang,” ujarnya.
Sementara itu, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch. Amin Nurdin berpendapat bahwa bank memerlukan waktu sekitar 3–6 bulan untuk menyesuaikan kebijakan bank sentral tersebut. Pasalnya, suku bunga acuan berpengaruh terhadap dua sisi intermediasi bank, yakni untuk menghimpun (funding) dan menyalurkan (lending) dana.
“Ini dilema saja. Pasti akan ada imbas terhadap net interest income [pendapatan bunga bersih] berkurang, atau NIM [net interest margin/margin bunga bersih]-nya bahkan turun. Nah, ini kan tidak secara langsung,” katanya kepada Bisnis.
Dia melanjutkan, seiring dengan perhitungan instrumen terkait oleh bank, penurunan suku bunga acuan BI belum akan berimbas banyak terhadap performa kredit perbankan dalam jangka pendek.
Lain halnya dalam jangka panjang alias di atas periode enam bulan. Menurut Amin, usai melakukan koreksi tingkat suku bunga sebagaimana kebijakan BI, bank akan memiliki kelonggaran dan perhitungan lebih matang untuk melakukan ekspansi kredit yang berkualitas.