Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Adu Untung SBN Ritel, Reksa Dana Vs Deposito Saat Suku Bunga Acuan Turun

Investor perlu mencermati produk investasi yang dapat memberikan imbal hasil paling optimal saat suku bunga acuan bergerak turun.
Warga mencari informasi mengenai Surat Berharga Negara (SBN) jenis Sukuk Tabungan Seri ST010 di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Warga mencari informasi mengenai Surat Berharga Negara (SBN) jenis Sukuk Tabungan Seri ST010 di Jakarta. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA -- Penurunan suku bunga acuan oleh bank sentral di sejumlah negara utama di dunia membuat para investor melakukan rebalancing investasinya.

Rebalancing adalah langkah untuk mengatur ulang penempatan aset investasi agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Aset itu mulai dari properti untuk aset tetap, saham dan deposito untuk setara kas, hingga fix income seperti reksa dana hingga obligasi. Lalu bagaimanakan peluang deposito, reksa dana hingga obligasi ke depan saat suku bunga acuan cenderung bergerak turun agar memberikan imbal hasil terbaik? 

Analis Fixed Income Pefindo Ahmad Nasrudin mengatakan obligasi ritel atau SBN ritel akan tetap menjadi pilihan menarik, meski antusiasmenya akan menurun seiring dengan penurunan kupon yang ditawarkan. 

"Bukan berarti obligasi ritel (SBN ritel) akan sepi peminat [karena kuponnya turun seiring suku bunga acuan turun]. Obligasi ritel menjadi lebih menarik sekarang ini," katanya, saat dihubungi Bisnis, pada baru-baru ini (26/9/2024). 

Menurutnya, SBN ritel yang semakin mudah diakses dengan bantuan teknologi akan semakin menggeser preferensi investor di masa mendatang.  Apalagi kupon SBN ritel akan tetap kompetitif jika dibandingkan dengan bunga deposito. Dia meyakini bahwa investor ritel akan tetap memilih instrumen SBN ritel di era suku bunga rendah. 

Keunggulan lain, menurut Ahmad, SBN ritel juga menawarkan pendapatan rutin bulanan. 

"Ini lebih menarik daripada [obligasi] Seri FR ataupun obligasi korporasi karena pembayaran kuponnya lebih lama, yakni setiap semester untuk seri FR dan tiga bulanan untuk obligasi korporasi," tambahnya. 

Meski begitu, menurutnya investor yang agresif kemungkinan akan memperbesar portofolio ke instrumen yang lebih berisiko untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi. 

"Mereka tidak akan meletakkan semua uang mereka ke dalam satu keranjang investasi. Semua tergantung pada tingkat toleransi risiko dan target return mereka," ujarnya. 

Dia menjelaskan bahwa beberapa investor mungkin akan memburu reksa dana untuk mengejar return, terutama reksa dana saham dan reksa dana campuran. 

Sementara itu reksa dana pendapatan tetap juga potensial memberikan return yang lebih tinggi karena harga obligasi akan terapresiasi ketika suku bunga turun. Investor akan menerima kinerja imbal hasil yang lebih solid apabila suku bunga rendah terealisasi. 

Dengan kata lain, reksa dana mungkin juga akan memberikan keuntungan yang relatif menarik, meski lebih berisiko dibandingkan dengan SBN ritel. 

Untuk diketahui, Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve telah memangkas suku bunga acuannya sebesar 50 poin dari posisi 5,25%-5,5% menjadi 4,75%-5%.

Sejalan dengan itu, Bank Indonesia juga telah melakukan pemangkasan BI Rate sebesar 25 bps dari 6,25% menjadi 6% pada Rabu (18/9/2024).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Erta Darwati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper