Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bankir Sebut Kondisi Likuiditas Masih Ketat, Berharap Bunga SRBI Melandai

Pelaku industri perbankan menyebut kondisi likuiditas masih ketat dan berharap suku bunga SRBI bisa menurun sejalan dengan penurunan BI Rate.
Ilustrasi likuiditas bank. /Freepik
Ilustrasi likuiditas bank. /Freepik

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri melaporkan kondisi likuiditas perbankan masih mengalami pengetatan. 

Meskipun Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan menjadi 6% pada bulan lalu yakni September 2024, akan tetap bankir menyebut ada jeda waktu beberapa bulan yang dibutuhkan sebelum perubahan suku bunga tersebut mempengaruhi kinerja perbankan.

Direktur Utama BNI Royke Tumilaar pun menyinggung diharapkan dengan menurunnya suku bunga acuan ini berdampak pada penurunan suku bunga instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) pada sisa tahun ini.

“Kinerja perbankan sih on track, enggak ada masalah walaupun memang likuiditas masih cukup ketat. [Dengan] bunga turun, kita berharap sih Bank Indonesia juga cepat bisa menurunkan SRBI-nya supaya likuiditas baik,” ujarnya di Jakarta, Selasa (8/10/2024). 

Dia pun menegaskan bahwa perseroan tetap optimistis dapat mencapai target pertumbuhan kredit pada level dobel digit sampai akhir tahun. 

Berdasarkan presentasi perusahaan, BNI memang telah merevisi beberapa target pertumbuhan yang sempat dipatok pada awal tahun. Misalnya, kredit yang pada awal tahun ditargetkan tumbuh 9-11% yoy, kini dinaikkan menjadi 10-12% yoy. Adapun, secara realisasi per semester I/2024 kredit mampu tumbuh 11,7%. 

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat per Agustus 2024 suku bunga kredit menurun, sedangkan suku bunga deposito atau simpanan meningkat.

Asean Economist UOB Enrico Tanuwidjaja menyoroti selain likuiditas yang sedikit disruptif, akan tetapi memang semenjak pertengahan tahun, SRBI menjadi instrumen yang kian diminati. 

"Jadi mungkin ada shifting of funds dari sisi financing, yaitu deposit. Tetapi ini toh, Bank Indonesia sudah mencermati dan per bulan Juni, itu retail sudah tidak boleh lagi. Korporasi masih oke," ujarnya dalam Konferensi Pers, Rabu (25/9/2024).  

Menurutnya, kondisi ini suku bunga kredit yang turun lebih dulu dibanding deposito bukanlah anomali, melainkan bagian dari bagian proses. 

Meski likuiditas antarbank dinilai cukup ketat, tetapi sebenarnya likuiditas banyak. Ekses likuiditas alias sisa dari ketersediaan dana di sistem yang tecermin dari alat likuid, AL/DPK, itu masih 4% di atas normal, di mana rasio normalnya berada antara 19%—20%.

"Saat ini, DPK lebih tinggi Rp8.000 triliun, berarti normalnya ekses likuiditas itu dikisaran berapa? 20% dari Rp8.000 [triliun], Rp1.600 [triliun]. Jadi kalau ada 4 percentage point di atas, itu yang 4 percentage point dikalikan Rp8.000 [triliun] saja. Itu ekses, tetapi kebanyakan itu diparkir di SRBI," ungkapnya. 

Dengan demikian, terlihat seolah adanya perebutan dana untuk mendapatkan deposito padahal sistem likuiditas secara keseluruhan tetap baik. 

Tercatat, suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan tanggal 16 Agustus 2024 tercatat masing-masing pada level 7,05%, 7,14%, dan 7,20%.  

Suku bunga untuk instrumen investasi ini cenderung menurun pada periode 13 September 2024, di mana suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan berada di level 6,99%, 7,09%, dan 7,11%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arlina Laras
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper