"Dengan adanya CoB ini dapat mengurangi kekhawatiran masyarakat atas adanya besaran out of pocket terutama untuk masyarakat yang memiliki riwayat penyakit yang memerlukan biaya besar. Mereka tetap dapat menerima manfaat maupun layanan dari JKN maupun asuransi kesehatan tambahan dan hal ini menjadi peluang bagi industri asuransi," kata Diwe.
Dari prespektif pakar, Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman menilau KRIS bisa menjadi peluang industri asuransi memperluas cakupan peserta dengan menawarkan produk asuransi pelengkap bagi pasien yang menggunakan KRIS.
KRIS sendiri menetapkan standard minimum fasilitas rawat inap, tetapi menurut Wahyudin banyak pasien medium to high level yang menginginkan perawatan dengan fasilitas yang lebih baik, seperti kamar yang lebih nyaman, akses ke dokter spesialis, atau layanan tambahan yang lebih cepat.
"Asuransi swasta dapat masuk untuk menyediakan produk asuransi yang meliputi layanan-layanan yang tidak dicakup oleh KRIS, seperti operasi dengan teknologi mutakhir, perawatan jangka panjang, atau layanan spesialis tertentu," tandasnya.
Sebagai informasi. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 mengamanatkan implementasi KRIS dimulai 1 Juli 2025. Artinya, sebelum tenggat waktu tersebut pemerintah harus selesai menghitung dan menetapkan tarif dan manfaat program JKN, serta memastikan semua rumah sakit memenuhi 12 standard KRIS.