Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Simulasi jika Iuran BPJS Kesehatan Tidak Naik Tahun Depan, Defisit pada 2026

BPJS Watch memperkirakan bahwa jika tidak terdapat kenaikan iuran JKN, BPJS Kesehatan akan kembali defisit seperti kondisi pada 2014—2020 lalu.
Karyawan di salah satu berada kantor cabang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Jakarta, Selasa (12/7/2022). / Bisnis-Fanny Kusumawardhani
Karyawan di salah satu berada kantor cabang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Jakarta, Selasa (12/7/2022). / Bisnis-Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — BPJS Watch membuat simulasi perhitungan aset bersih BPJS Kesehatan yang semakin tergerus setiap tahun apabila tidak ada penyesuaian atau kenaikan iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Koordinator Advokasi BPJS Wacth Timbeol Siregar mengatakan bahwa apabila hal itu terjadi, BPJS Kesehatan tidak akan mampu membayar biaya kesehatan kepada fasilitas kesehatan (faskes) yang pada akhirnya tidak bisa memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat.

"Kalau iuran tidak naik, dari mana dia dapat tambahan sementara pembiayaan semakin meningkat. Katastropik kasusnya itu naik terus. Ini kan persoalan kalau dia [iuran] tidak naik artinya pendapatannya akan tetap, pembiayaan akan meningkat. Artinya, defisit akan semakin besar. Kalau defisit semakin besar akan menggerogoti aset bersih, aset bersihnya habis, itu maka masa 2014—2020 bisa terjadi lagi," kata Timboel kepada Bisnis, Minggu (1/12/2024).

Sampai Oktober 2024, beban jaminan kesehatan yang ditanggung BPJS Kesehatan mencapai Rp146,28 triliun sementara penerimaan iuran yang didapat dari peserta hanya Rp133,45 triliun. 

Secara rasio, beban terhadap pendapatan program JKN per Oktober 2024 telah tembus mencapai 109,62%, atau ada defisit sebesar Rp12,83 triliun. Timboel mengestimasi dua bulan lagi, atau hingga Desember 2024 defisit itu akan melebar menjadi Rp20 triliun.

Timboel menghitung, defisit pendapatan dengan beban tersebut akan memangkas aset bersih yang dimiliki BPJS Kesehatan per akhir 2023 sebesar Rp56,66 triliun sehingga aset bersih BPJS Kesehatan akan tersisa Rp36,66 triliun.

Bila tidak ada kenaikan iuran, Timboel mengatakan aset bersih Rp36,66 triliun tersebut akan dihadapkan dengan potensi defisit kembali pada 2025. Dengan estimasi setiap tahun ada peningkatan defisit Rp5 triliun, Timboel membuat simulasi defisit Rp25 triliun pada 2025 yang kemudian akan memangkas aset bersih BPJS Kesehatan sehingga tersisa menjadi Rp11,66 triliun.

Selanjutnya, dengan kondisi yang sama tidak ada penyesuaian iuran dan defisit bertambah Rp5 triliun tiap tahun, pada 2026 estimasi dari Timboel menyebut akan terjadi defisit Rp30 triliun yang pada akhirnya aset BPJS Kesehatan akan defisit.

"Selesai itu aset bersihnya, sudah hilang saja. Itu kalau tidak ada kenaikan iuran, pada 2026 itu diperkirakan itu seperti defisit seperti pada 2014, 2015, 2016, 2017, 2018, 2019, 2020, di mana rumah sakit akan kesulitan mendapatkan pembiayaan yang tepat waktu, sehingga akan mengganggu cash flow rumah sakit. Cash flow rumah sakit terganggu ya terdampak juga kepada pasiennya," tegas Timboel.

Rencananya pemerintah akan menaikkan iuran program JKN tahun depan. BPJS Watch menyarankan kenaikan tersebut diberlakukan untuk segmen peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang sumber iurannya dibayarkan oleh pemerintah dengan APBN dan APBD.

Kedua, kenaikan iuran program JKN diusulkan BPJS Watch juga dikenakan pada peserta segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri. Saat ini, peserta mandiri kelas I iurannya sebesar Rp150.000 per bulan, kelas II Rp100.000 per bulan dan kelas III Rp42.000 per orang per bulan dengan subsidi sebesar Rp7.000 per orang per bulan dari pemerintah, sehingga yang dibayarkan peserta kelas III hanya Rp35.000.

"Kalau saya mengusulkan mandiri tetap naik di kisaran 10% tapi harus dimulai dengan hapus dulu tunggakan, atau dikasih diskon supaya kenaikan bisa dibayar pesreta mandiri tanpa dibebani tunggakan iuran," ujarnya.

 
pangan bg

Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking

Apa yang menjadi pertimbangan utama Anda dalam memilih aplikasi mobile banking?

Seberapa sering Anda menggunakan aplikasi mobile banking?

Fitur apa yang paling sering Anda gunakan di aplikasi mobile banking?

Seberapa penting desain antarmuka yang sederhana bagi Anda?

Apa yang membuat Anda merasa nyaman menggunakan aplikasi mobile banking tertentu?

Apakah Anda mempertimbangkan reputasi bank sebelum mengunduh aplikasinya?

Bagaimana Anda menilai pentingnya fitur keamanan tambahan (seperti otentikasi biometrik)?

Fitur inovatif apa yang menurut Anda perlu ditambahkan ke aplikasi mobile banking?

Apakah Anda lebih suka aplikasi yang memiliki banyak fitur atau yang sederhana tetapi fokus pada fungsi utama?

Seberapa penting integrasi aplikasi mobile banking dengan aplikasi lain (misalnya e-wallet atau marketplace)?

Bagaimana cara Anda mengetahui fitur baru pada aplikasi mobile banking yang Anda gunakan?

Apa faktor terbesar yang membuat Anda berpindah ke aplikasi mobile banking lain?

Jika Anda menghadapi masalah teknis saat menggunakan aplikasi, apa yang biasanya Anda lakukan?

Seberapa puas Anda dengan performa aplikasi mobile banking yang saat ini Anda gunakan?

Aplikasi mobile banking apa yang saat ini Anda gunakan?

pangan bg

Terimakasih sudah berpartisipasi

Ajak orang terdekat Anda untuk berpartisipasi dalam kuisioner "Uji pemahamanmu mengenai aplikasi mobile banking"


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper