Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Reaksi OJK Soal Kontrak Asuransi Tak Boleh Dibatalkan Sepihak oleh Perusahaan Pasca Putusan MK

OJK merancang pertemuan dengan tim hukum untuk membahas dampak putusan MK terkait pasal 251 KUHD.
Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila dalam konferensi pers Indonesia Rendezvous 2024 di Nusa Dua, Bali pada Kamis (10/10/2024)./Bisnis-Pernita Hestin Untari
Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Iwan Pasila dalam konferensi pers Indonesia Rendezvous 2024 di Nusa Dua, Bali pada Kamis (10/10/2024)./Bisnis-Pernita Hestin Untari

Bisnis.com, JAKARTA - Para stakeholder yang terlibat di dalam industri asuransi bergerak cepat merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) inkonstitusional bersyarat. Keputusan ini diumumkan pada Jumat (3/1/2025).

Iwan Pasila, Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan saat ini regulator sedang mempelajari keputusan MK tersebut. 

Dia mengatakan, pada Rabu (8/1/2024) nanti OJK rencananya akan mengadakan pertemuan dengan Tim Hukum untuk membahas putusan MK ini secara mendalam.

"OJK sedang mempelajari keputusan ini dan perbaikan yang diperlukan sebagai tindak lanjut keputusan ini," kata Iwan kepada Bisnis, Senin (6/1/2025).

Sementara dari pelaku industri, Direktur Pengembangan Bisnis PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Diwe Novara mengatakan sore ini ada pertemuan perusahaan asuransi dengan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI). Diwe pun belum bisa berkomentar lebih jauh tentang implikasi dari putusan MK tersebut.

"Terkait putusan MK ini, rencananya akan di-meeting-kan terlebih dahulu di AAUI agar tidak terlalu simpang siur informasinya, saya baru berkenan memberikan tanggapan setelah pertemuan," katanya.

Pasal 251 KUHD menyebutkan, 'Semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal.'

Aturan ini kemudian diubah sebagian oleh Mahkamah Konstitusi. 'Menyatakan norma Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai: 'Termasuk berkaitan dengan pembatalan pertanggungan harus didasarkan atas kesepakatan penanggung dan tertanggung berdasarkan putusan pengadilan'.

Sebelumnya, Praktisi Manajemen Risiko dan Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman menilai keputusan MK tersebut berpotensi memberikan dampak yang signifikan pada industri asuransi. Misalnya, industri asuransi harus menghadapi potensi interpretasi baru terkait pembatalan perjanjian asuransi. Kondisi ini menurutnya akan memengaruhi proses underwriting dan manajemen risiko perusahaan asuransi.

"Selanjutnya, perusahaan asuransi harus meninjau ulang syarat dan ketentuan polis untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh MK dan perusahaan mungkin menghadapi lebih banyak sengketa terkait klaim," kata Wahyudin kepada Bisnis, Sabtu (4/1/2025).  

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper