Bisnis.com, JAKARTA - Jumlah perusahaan fintech P2P lending yang belum memenuhi ekuitas minimum Rp7,5 miliar bertambah menjadi 11 perusahaan per akhir Desember 2024, dari sebelumnya sebanyak 10 penyelenggara per Oktober 2024.
Entjik S. Djafar, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengatakan saat ini pihaknya sedang berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mencari solusi atau jalan keluar atas persoalan P2P lending kurang modal tersebut.
"Solusinya antara lain bisa dengan merger, mencari investor baru ataupun konsorsium di atara penyelenggara," kata Entjik, Rabu (15/1/2025).
Meski enggan menyebut siapa saja, Entjik mengatakan beberapa perusahaan P2P lending sudah menyatakan rencana mereka untuk melakukan opsi-opsi tersebut.
Salah satu opsi yang ada, yaitu merger dan akuisisi, Entjik menjelaskan saat ini untuk dapat melakukannya masih terganjal oleh ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di dalam (POJK) No. 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
Dalam Pasal 1 POJK 10/2022 tersebut dijelaskan bahwa peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua penyelenggara P2P lending atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu penyelenggara baru yang karena hukum memperoleh aset, liabilitas dan ekuitas dari penyelenggara yang meleburkan diri dan status badan hukum penyelenggara yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
Baca Juga
Sementara pada Pasal 6 dijelaskan bahwa setiap pihak dilarang menjadi Pemegang Saham Pengendali (PSP) pada lebih dari satu penyelenggara P2P lending konvensional atau satu penyelenggara berdasarkan prinsip syariah. Namun, ketentuan pada Pasal 6 ini tidak berlaku jika PSP merupakan Negara Republik Indonesia.
Entjik mengatakan meskipun ketentuan ini menjadi salah satu kendala, AFPI belum berkomunikasi dengan OJK.
"Belum [ada komunikasi dengan OJK], kita melihat perkembangan, jika arahnya ke sana, tentunya OJK akan mempertimbangkan dengan bijaksana," pungkasnya.