Bisnis.com, JAKARTA — PT Reasuransi Maipark Indonesia atau Maipark menyatakan optimisme terhadap prospek industri reasuransi pada 2025, meskipun industri mencatat perlambatan pertumbuhan premi pada 2024.
Direktur Utama Maipark, Kocu Andre Hutagalung, menekankan bahwa perusahaan reasuransi perlu terus berinovasi dalam menciptakan nilai agar tetap relevan di tengah dinamika industri asuransi.
“Saya tetap yakin prospek reasuransi 2025 tetap cerah. Namun memang menjadi pekerjaan rumah perusahaan reasuransi untuk terus menciptakan values agar keberadaannya tetap relevan,” kata Kocu kepada Bisnis.com, pada Rabu (26/3/2025).
Menurutnya, industri reasuransi berada di pasar sekunder dari industri asuransi, sehingga sangat bergantung pada dinamika yang terjadi di tingkat polis. Kocu menjelaskan bahwa besaran premi yang direasuransikan dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah profil risiko dan toleransi risiko (risk appetite and tolerance) dari perusahaan asuransi (ceding).
Namun, dalam situasi pertumbuhan Gross Premium yang melambat seperti yang terjadi pada 2024, Kocu melihat adanya kecenderungan bagi perusahaan asuransi untuk meningkatkan Net Premium dengan cara menurunkan porsi premi yang direasuransikan.
“Walaupun hal ini biasanya dilakukan bukan sebagai pilihan yang pertama,” katanya.
Baca Juga
Menurut data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), industri reasuransi mencatat pendapatan premi sebanyak Rp25,93 triliun. Angka tersebut turun sebanyak 4,3% secara tahunan (year on year/YoY) dari Rp27,10 triliun pada tahun sebelumnya.
Di tengah tren negatif tersebut, Maipark berhasil membukukan pertumbuhan premi yang positif. Berdasarkan laporan keuangan bulanan Maipark pada 2024, perusahaan mencatatkan premi sebesar Rp341 miliar, meningkat 11,8% YoY dibandingkan Rp305 miliar pada tahun sebelumnya.
Sementara itu, laba setelah pajak juga mengalami kenaikan 9,87% menjadi Rp59,5 miliar dari Rp54,17 miliar. Sebelumnya, Kocu menilai bahwa tren penurunan premi dan klaim yang terjadi pada industri reasuransi disebabkan oleh kombinasi faktor eksternal dan internal. Meski demikian, dia menegaskan bahwa perusahaan reasuransi nasional, termasuk Maipark, masih dalam fase pembenahan portofolio.
“Maipark kemungkinan menghadapi tantangan yang serupa dengan tren industri. Namun, dengan pendekatan inovatif dan pengelolaan risiko yang kuat, Maipark mampu menjaga stabilitas operasionalnya sepanjang 2024 dengan pertumbuhan premi mencapai 13%,” kata Kocu kepada Bisnis pada Senin (10/3/2025).
Kocu menambahkan meskipun pertumbuhan premi retrosesi yang tinggi, Maipark tetap berhasil meningkatkan laba perusahaan. Untuk menghadapi tantangan pada 2025, Maipark telah menyiapkan strategi yang berfokus pada penguatan kapasitas reasuransi dan optimalisasi modal yang dimiliki.
Kocu mengatakan Maipark memiliki Rick Based Capital (RBC) yang sangat besar, karenanya perusahaan akan berusaha menggunakan excess capital ini sebaik-baiknya. Sebagai informasi, per Desember 2024, RBC Maipark mencapai 1.510,27%, jauh melampaui batas minimum yang ditetapkan regulator yakni 120%.
Selain itu, Kocu juga menegaskan bahwa strategi Maipark akan diarahkan untuk semakin terintegrasi dalam model bisnis setiap perusahaan asuransi.
“Strategi akan diarahkan menjadikan Maipark sebagai bagian tidak terpisahkan dalam model bisnis setiap perusahaan asuransi, namun tetap memberikan values berkualitas tinggi yang terkait dengan hasil penelitian di bidang kebencanaan,” katanya.
Meskipun belum merinci target spesifik untuk 2025, Maipark optimistis dapat mencatatkan pertumbuhan yang lebih baik.
“Maipark optimistis dapat mencapai pertumbuhan premi dua digit dan laba yang lebih baik dari tahun sebelumnya,” pungkasnya.
Selain penurunan premi, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat industri reasuransi juga mengalami kerugian setelah pajak sebesar Rp33 miliar sepanjang 2024. Angka tersebut berbanding terbalik dengan laba setelah pajak Rp1,54 triliun pada 2023. Kerugian ini mencerminkan kontraksi tajam sebesar 121,7% YoY. AAUI juga mencatat kinerja hasil underwriting industri reasuransi negatif Rp50 miliar.
Angka tersebut mengalami penurunan mencapai 132,6% YoY dibandingkan dengan hasil positif Rp1,52 triliun pada tahun sebelumnya. Sementara itu, total beban underwriting meningkat 16,4% YoY, mencapai Rp10,19 triliun dari Rp8,75 triliun pada 2023.
Nilai klaim yang dibayarkan industri reasuransi justru mengalami penurunan 11,7% YoY, dari Rp15,33 triliun pada 2023 menjadi Rp13,53 triliun pada 2024. Namun, total ekuitas industri mengalami penyusutan sebesar 18,4% YoY, menjadi Rp6,75 triliun dari sebelumnya Rp8,27 triliun, sementara total liabilitas meningkat 15,1% menjadi Rp30,51 triliun.
Meski demikian, industri reasuransi masih membukukan pertumbuhan hasil investasi sebesar 8,4% YoY menjadi Rp1,17 triliun dari Rp1,08 triliun pada tahun sebelumnya. Total aset juga meningkat 7,3% YoY menjadi Rp38,82 triliun, dengan total investasi naik 5,5% YoY menjadi Rp20,41 triliun.