Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Paylater GOTO (GoPay Later) Incar Pencairan Kredit Tembus Rp8 Triliun pada 2025

Layanan GoPay Later diklaim perusahaan mencatat kinerja positif karena meningkatnya sisi pembayaran lebih awal oleh pengguna (early repayment),
Kode QR atau QRIS milik pedagang bubur yang berada di Jakarta, Senin (13/2/2023). / Bloomberg-Dimas Ardian
Kode QR atau QRIS milik pedagang bubur yang berada di Jakarta, Senin (13/2/2023). / Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA— GoTo Financial melalui layanan GoPay Later menargetkan peningkatan portofolio pinjaman lebih dari Rp8 triliun pada akhir tahun 2025. 

Audrey P. Petriny, Head of Corporate Affairs GoTo Financial mengatakan target ini oleh pertumbuhan signifikan penyaluran pinjaman konsumen yang tercatat sepanjang 2024, serta performa positif selama periode Lebaran 2025. 

 “Kami menargetkan peningkatan portofolio pinjaman lebih dari Rp8 triliun pada akhir tahun 2025, dengan terus mengedepankan prinsip kehati-hatian,” kata Audrey kepada Bisnis pada Rabu (23/4/2025). 

Berdasarkan laporan keuangan GoTo kuartal keempat 2024, penyaluran pinjaman konsumen meningkat 172% secara tahunan (year on year/YoY), mencapai Rp5,2 triliun. Audrey menyebutkan bahwa peningkatan ini dibarengi dengan tingkat keterlambatan pembayaran (delinquency rate) yang stabil.

Sedangkan dalam laporan keuangan konsolidasi PT Goto Gojek Tokopedia, hingga akhir Desember 2024, piutang pembiayaan secara grup yang termasuk di dalamnya Goto Financial mencapai Rp785,93 miliar. Sementara itu piutang pinjaman mencapai Rp969,68 miliar.   

Sementara itu selama periode Ramadan dan Lebaran, layanan GoPay Later juga mencatat kinerja positif dari sisi pembayaran lebih awal oleh pengguna (early repayment), pertumbuhan jumlah pengguna, serta volume transaksi.

Audrey  menyebut GoTo Financial memanfaatkan data internal dari ekosistem GoTo untuk menganalisis profil risiko pengguna sebelum memberikan pinjaman. Langkah ini menjadi bagian dari upaya mitigasi risiko terhadap potensi fraud, penarikan dana tidak semestinya, dan keterlambatan pembayaran.

“Dalam menyalurkan pinjaman, kami selalu mengedepankan prinsip kehati-hatian dan transparansi serta memberikan pinjaman berdasarkan kemampuan pengguna,” tambahnya. 

Selain itu, Audrey mengatakan pihaknya juga secara rutin mengadakan program financial literacy yang memberikan edukasi mengenai pengaturan keuangan serta bagaimana memanfaatkan pinjaman secara bertanggung jawab, dan mengimbau agar pengguna meminjam sesuai kebutuhan.

Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tren pertumbuhan yang signifikan pada layanan Buy Now Pay Later (BNPL) oleh perusahaan pembiayaan atau multifinance. 

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan OJK, Agusman, menyampaikan bahwa hingga Februari 2025, pembiayaan BNPL telah mencapai Rp8,2 triliun atau tumbuh 59,1% YoY.

“Untuk pembiayaan buy now pay later atau BNPL oleh perusahaan pembiayaan pada Februari 2025 tercatat meningkat sebesar 59,1% year on year atau menjadi Rp8,2 triliun,” kata Agusman dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK, Jumat (11/4).

Meskipun pertumbuhan tetap positif, OJK mencatat adanya tekanan terhadap kualitas kredit, yang tercermin dari kenaikan Non Performing Financing (NPF) gross dari 3,37% pada Januari menjadi 3,68% pada Februari 2025.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper