Bisnis.com, JAKARTA — JP Morgan memperkirakan perbankan Indonesia masih dihadapkan pada sederet tantangan pada kuartal I/2025.
Hal itu setidaknya tecermin dari proyeksi kinerja keuangan emiten perbankan yang diulasnya yakni BMRI, BBNI, BBRI, BBCA dan Bank Jago (ARTO).
Perbankan investasi asal Amerika Serikat itu dalam laporan bertajuk Asean Banks yang dirilis pada Rabu (16/4/2025), menunjukkan bahwa likuiditas masih menjadi faktor utama bagi kinerja perbankan di Indonesia.
Di tengah kondisi itu, mereka memperkirakan pinjaman perbankan akan tetap datar, dengan margin bunga bersih (net interest margin/NIM) secara kumulatif menurun lantaran biaya dana (cost of fund/CoF) serta biaya kredit (cost of credit/CoC) yang lebih tinggi.
JP Morgan pun menyoroti kualitas aset atau asset quality (AQ) pada perbankan tertentu pada periode tersebut.
“Pertumbuhan, CoF, dan AQ merupakan risiko utama bagi bank-bank Indonesia. Kami memperkirakan bank-bank akan menurunkan panduan,” demikian jelas Harsh Wardhan Modi dan tim analis JP Morgan dalam laporan tersebut.
Baca Juga
Dalam laporan tersebut, JP Morgan misalnya menunjukkan adanya penurunan NIM pada sederet bank yang dipicu oleh peningkatan CoF.
Pada kuartal I/2025, JP Morgan memperkirakan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) menghadapi peningkatan biaya dana sehingga margin bunga bersihnya diprediksi akan tergerus.
“Kami memperkirakan kontraksi NIM sebesar 31 bps dari kuartal sebelumnya menjadi 4,96% karena CoF yang lebih tinggi,” jelas Modi cs.
Setali tiga uang, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) diperkirakan mengalami tekanan pada NIM akibat biaya dana yang meninggi.
“Kami memperkirakan kontraksi NIM sebesar 22 bps dari kuartal sebelumnya menjadi 4,27% karena CoF yang lebih tinggi,” tegas Modi.
Kondisi berbeda diperkirakan terjadi pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI). JP Morgan memprediksi NIM perseroan akan naik 2 bps secara triwulanan menjadi 7,46%.
Namun, JP Morgan menegaskan bahwa NIM Bank Rakyat Indonesia disebut menghadapi risiko penurunan.
“Ada risiko penurunan pada NIM jika terjadi kerugian yang lebih tinggi dari yang diprediksi pada peminjam [debitur] tertentu,” jelas Modi cs.