Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AAUI Dorong Lahirnya Dua Reasuransi Raksasa Tanah Air

Kapasitas reasuransi dalam negeri dinilai masih jauh dari ideal untuk menahan arus risiko yang terus tumbuh di sektor asuransi nasional.
Direktur Utama PT Asuransi Candi Utama Budi Herawan terpilih menjadi Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum. Indonesia (AAUI) periode 2023-2026./Istimewa
Direktur Utama PT Asuransi Candi Utama Budi Herawan terpilih menjadi Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum. Indonesia (AAUI) periode 2023-2026./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mendorong terbentuknya dua perusahaan asuransi raksasa di Tanah Air untuk menyerap risiko yang ada. 

Budi Herawan, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai kehadiran reasuransi raksasa di Tanah Air akan mendorong peningkatan kapasitas hingga mendapatkan rating internasional. Bagi perusahaan reasuransi, rating ini diperlukan untuk memenuhi syarat penjaminan proyek dengan kapasitas besar dan internasional. 

“[Defisit neraca asuransi saat ini] Ya karena memang kapasitas segala magnitudenya masih kecil. Bukan hanya permodalan, semuanya lah. Satu ekosistem. Kan tidak menjamin banyak perusahaan reasuransi itu bisa menahan kapasitas di dalam negeri. Karena kan masing-masing punya appetite-nya masing-masing. Kalau saya mungkin lebih baik punya dua reasuransi besar, tapi paling tidak yang bisa menahan risiko di dalam negeri, kan gitu,” kata Budi ditemui usai Maipark Awards dan Economic Capital 2025 di Jakarta pada Selasa (6/5/2025). 

Kapasitas reasuransi dalam negeri dinilai masih jauh dari ideal untuk menahan arus risiko yang terus tumbuh di sektor asuransi nasional. Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, total ekuitas sembilan perusahaan reasuransi nasional per 2024 tercatat hanya Rp6,61 triliun. Angka ini sangat kecil jika dibandingkan dengan perputaran premi sektor asuransi umum dan reasuransi yang mencapai Rp148,5 triliun atau hampir 22 kali lipat dari total modal reasuransi domestik.

Menurutnya, meski Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong peningkatan modal melalui POJK 23/2023, hal itu belum tentu menjamin terhentinya capital flight keluar negeri melalui reasuransi. Dia mencontohkan lini bisnis seperti energi dan aviasi yang hingga kini masih didominasi penempatan ke luar negeri.

“Apakah dengan nanti peningkatan capital dengan POJK 23 bisa menjamin tidak terjadi capital flight? Risiko-risiko yang memang belum bisa ditahan di dalam negeri, contoh energi, aviasi, kan itu masih tinggi penempatannya di luar,” kata Budi.

Selain itu, dia menyebut banyak pinjaman-pinjaman global yang mensyaratkan perusahaan asuransi lokal menggunakan reasuransi berperingkat internasional, seperti yang berbasis MBS. Rating yang saat ini belum dimiliki oleh perusahaan reasuransi dalam negeri.

Di sisi lain, Direktur Utama PT Reasuransi Maipark Indonesia Kocu Andre Hutagalung menyoroti persoalan risk appetite yang menjadi kunci utama kapasitas retensi risiko. Dia menegaskan bahwa modal besar belum tentu otomatis meningkatkan kemampuan menahan risiko jika tidak diimbangi dengan pengetahuan dan kepercayaan diri.

“Kalau saya percaya itu kan risk appetite. Mau nahan sedikit itu risk appetite. Kalau dia nahan sedikit berarti reas-nya  [ke luar negeri] besar, kalau dia nahan banyak reasnya kecil. Apa yang mempengaruhi risk appetite? Rasa percaya diri. Rasa percaya diri ini dibangun oleh apa? Pengetahuan. Makin kita tahu, makin kita mengerti, makin pede kita menahan risiko. Kapital satu hal,” kata Kocu.

Dia menyebut bahwa di Indonesia ada banyak perusahaan dengan ekuitas Rp2 triliun hingga Rp3,5 triliun, namun retensi risikonya tetap kecil. Hal ini menurutnya membuktikan bahwa modal bukan satu-satunya faktor penentu.

“Jadi mengaitkan retensi dengan ekuitas secara teori iya, tapi dalam kenyataan bukan itu driver utamanya. Itu banyak orang yang nggak aware,” lanjut Kocu.

Lebih lanjut, Kocu memaparkan bahwa Maipark berupaya menghadirkan nilai tambah lewat riset dan model risiko bencana, bukan sekadar kapasitas modal. Dia menilai bahwa pertumbuhan kapasitas harus didukung oleh peningkatan pengetahuan yang dibangun dalam jangka panjang, bukan instan.

Dia menambahkan bahwa Maipark ingin memastikan keberadaannya menjadi bagian dari rantai nilai industri, agar setiap perusahaan asuransi merasakan manfaatnya secara nyata.

“Kami ingin memastikan bahwa keberadaan value dari Maipark itu esensial di dalam model bisnis setiap perusahaan. Sehingga apapun yang terjadi, tantangan di masa depan, dia akan selalu melihat dia butuh Maipark dalam keadaan apapun,” imbuhnya.

Sejauh ini, PT Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re) menjadi pemain terbesar dengan ekuitas Rp2,52 triliun. Diikuti oleh PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure) dengan Rp1,52 triliun, dan PT Maskapai Reasuransi Indonesia (Marein) dengan Rp1,45 triliun. 

Lebih lanjut, PT Reasuransi Nusantara Makmur (Nusantara Re) mencatatkan ekuitas sebanyak Rp903 miliar per 2024. Maipark sendiri ekuitas yang dimiliki yakni Rp772 miliar, PT Indoperkasa Suksesjaya Reasuransi (Inare) Rp574,72 miliar, dan pemain baru PT Orion Reasuransi Indonesia (Orion Reasuransi) Rp519 miliar.

Sementara itu, PT Reasuransi Nasional Indonesia (Nasional Re) mencatat ekuitas negatif sebesar minus Rp2,07 triliun. Salah satu pemain reasuransi syariah yakni PT Reasuransi Syariah Indonesia (Reindo Syariah) mencatatkan ekuitas sebanyak Rp421,98 miliar pada 2024. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper