Bisnis.com, JAKARTA – Kondisi kredit UMKM perbankan kian menyusut pada kuartal I/2025. Bank Indonesia (BI) mencatat penyaluran kredit untuk segmen usaha wong cilik hanya naik sebesar 1,7% secara tahunan (YoY) menjadi Rp1.396,4 triliun pada bulan ketiga tahun ini.
Laju pertumbuhan itu melanjutkan tren pelambatan sejak awal tahun, lebih lagi jika dibandingkan dengan akhir 2024. Per Februari 2025, kredit UMKM tumbuh mini 2,1%, lebih rendah dibandingkan pada Januari yang tumbuh sebesar 2,5% YoY.
Pembiayaan skala usaha mikro mengalami tekanan paling dalam dengan pertumbuhan negatif 2,1% menjadi Rp625,7 triliun pada Maret 2025. Pemburukan berlanjut dari minus 0,9% pada Februari dan minus 0,1 YoY pada Januari.
Setali tiga uang, pertumbuhan kredit skala usaha menengah juga kian terkontraksi ke level 0,05% YoY menjadi Rp304,7 triliun pada kuartal I/2025. Jumlah itu turun dari pertumbuhan per Februari dan Januari yang masing-masing sebesar 0,5% dan 1,1%.
Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit UMKM hingga bulan ketiga dipengaruhi oleh kredit investasi yang tumbuh 5,6% YoY dan kredit modal kerja dengan laju pertumbuhan 0,2% YoY. Realisasi ini juga melambat dari masing-masing sebesar 6,5% dan 0,5% pada bulan sebelumnya.
Baca Juga
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui bahwasanya risiko kredit UMKM saat ini cukup tinggi. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyebut bahwa hal ini tecermin dari rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gross kredit UMKM yang menyentuh level 4,15% pada Februari 2025, atau di atas rata-rata industri perbankan.
“Hal ini menggambarkan penyaluran pembiayaan UMKM industri perbankan memerlukan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian yang memadai,” katanya dalam jawaban tertulis, belum lama ini.
Menurutnya, dukungan OJK untuk pemberdayaan UMKM dilakukan melalui penerbitan serangkaian regulasi dan kebijakan.
Salah satu aturan yang tengah digodok adalah Rancangan Peraturan OJK tentang Akses Pembiayaan Kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (RPOJK UMKM), kendati dia tak memerinci kapan aturan itu akan terbit.
Dari sisi bank, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) memandang bahwa geliat segmen UMKM amat bergantung pada daya beli masyarakat.
Direktur Utama BRI Hery Gunardi berujar, meskipun perekonomian nasional masih bertumbuh positif, konsumsi domestik saat ini belum pulih sebagaimana kondisi sebelum pandemi Covid-19.
“Dalam kondisi tersebut, BRI terus memperkuat perannya sebagai bank yang pro-rakyat dengan tetap fokus menumbuhkembangkan dan memberdayakan UMKM Indonesia, sebagai upaya nyata dalam mendukung pertumbuhan dan ketahanan ekonomi nasional,” katanya dalam paparan kinerja kuartal I/2025, Rabu (30/4/2025).
Hal ini salah satunya tecermin dari penyaluran kredit mikro BRI yang sebesar Rp632,22 triliun pada Maret 2025. Porsi kredit skala usaha ini mencapai 46,02% dari total portofolio pembiayaan dan kredit BRI yang senilai Rp1.373,66 triliun pada periode yang sama.
Sebelumnya, Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) melihat fenomena pertumbuhan lambat kredit UMKM dari perbankan berkaitan dengan permintaan pembiayaan dari pelaku UMKM yang tidak dapat dijangkau oleh institusi ini.
"Pelaku UMKM mencari pembiayaan alternatif, seperti pembiayaan dari pinjaman daring dan perusahaan pembiayaan. Pembiayaan alternatif tersebut menawarkan proses yang lebih mudah dan cepat," kata Huda.
Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero mengatakan pembiayaan perbankan memang menawarkan bunga yang lebih murah, tetapi para pelaku UMKM lebih tertarik dengan pelayanan kecepatan yang ditawarkan institusi nonbank.
"Kalau dilihat penyebab utamanya adalah percepatan pelayanan yang dilakukan perbankan khususnya Himbara dibanding mereka yang nonbank, P2P misalnya, atau multifinance. Kalau perbankan hari ini kita ajukan permohonan, satu minggu dua minggu sampai satu bahkan dua bulan baru direspons setuju dan tidak. Pelayanannya lambat," kata Edy kepada Bisnis, Kamis (20/2/2025).
Adapun saat ini bunga pinjaman P2P lending yang berlaku adalah untuk pinjaman produktif usaha mikro dan ultra mikro tenor sampai dengan enam bulan sebesar 0,275% per hari dan untuk tenor lebih dari enam bulan sebesar 0,1% per hari.
Untuk pinjaman produktif usaha kecil dan menengah ditetapkan sebesar 0,1% per hari baik untuk pinjaman tenor sampai dengan enam bulan maupun lebih dari enam bulan.
"Jadi, ini masalah kecepatan pelayanan, bukan lagi bicara interest berapa. Kami butuh sekarang karena ada kegiatan usaha yang harus kami biayai. Kalau kami berharap ke perbankan, apalagi Himbara yang tertatih-tatih, ya kami beralih kepada yang non bank," tegasnya.