Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah tekanan makroekonomi dan likuiditas yang semakin ketat, perbankan nasional dinilai perlu mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan bisnis. Langkah strategis yang direkomendasikan saat ini adalah menjaga likuiditas lebih dahulu, sebelum melakukan ekspansi kredit secara selektif.
Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menilai bahwa sektor perbankan harus mengutamakan tata kelola yang baik dan prinsip kehati-hatian dalam menghadapi dinamika ekonomi.
“Bila memang kondisi makro membuat bank perlu menahan ekspansi, wajar-wajar saja karena bisnis kepercayaan membutuhkan tata kelola yang baik dan prudent,” kata Trioksa kepada Bisnis, Selasa (27/5/2025).
Trioksa menjelaskan bahwa pada semester pertama 2025, kondisi ekonomi domestik masih menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Hal ini tercermin dari daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya dan rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (loan to deposit ratio/LDR) yang semakin tinggi.
Menurutnya, peningkatan LDR menjadi sinyal penting bahwa likuiditas perbankan mulai menipis. “Likuiditas bank juga perlu mendapat perhatian terlihat dari semakin tingginya LDR bank,” ujarnya.
Setelah itu, ekspansi kredit tetap bisa dilakukan, namun dengan pendekatan yang lebih selektif seperti menyasar debitur yang benar-benar memiliki kinerja dan prospek usaha yang baik.
Baca Juga
Trioksa juga menambahkan bahwa kondisi ini dapat berdampak pada penurunan pertumbuhan kredit, perlambatan pendapatan bunga, serta meningkatnya biaya dana yang harus ditanggung bank demi menjaga likuiditas.
Dari sisi regulator, ia menilai langkah pelonggaran likuiditas dan dukungan bagi perbankan untuk menjaga kestabilan sistem keuangan merupakan kebijakan yang tepat.
“Dari sisi regulator, pelonggaran likuiditas bank dan dukungan untuk meningkatkan likuiditas bank menjadi hal positif bagi bank saat ini,” sebutnya.
Sebagai informasi, Bank Indonesia telah menurunkan proyeksi pertumbuhan kredit nasional menjadi 8%–11% hingga akhir 2025, dari sebelumnya 11%–13%. Sementara itu, OJK memberikan ruang kepada bank untuk merevisi Rencana Bisnis Bank (RBB), sejalan dengan perubahan asumsi makroekonomi dan real sektor yang terjadi belakangan ini.
Lalu bagaimana dengan industri perbankan?
PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) menegaskan belum mengubah rencana bisnisnya di tengah gelombang revisi target pertumbuhan kredit oleh sejumlah pelaku industri perbankan nasional.
Direktur Utama CIMB Niaga, Lani Darmawan menyatakan sejak awal telah memproyeksikan bahwa pertumbuhan kredit tahun ini tidak akan sekuat tahun lalu, seiring dengan pelemahan daya beli dan belum pulihnya kondisi makroekonomi secara menyeluruh.
"Sejauh ini kami tidak merevisi rencana revisi bank karena sejak awal kami telah melihat bahwa pertumbuhan kredit tidak akan sekencang tahun lalu mengingat situasi dan kondisi daya beli yang melemah. Guidance kami di sekitar 5-7%," kata Lani Darmawan kepada Bisnis, Selasa (27/5/2025).
Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia (BI) mrevisi target pertumbuhan kredit nasional yang kini memperkirakan pertumbuhan hanya akan berada pada kisaran 8%–11%. Angka ini turun dari proyeksi awal 11%–13%.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun telah membuka ruang bagi bank untuk menyesuaikan kembali Rencana Bisnis Bank (RBB), merespons perubahan dinamika ekonomi yang terjadi sejak awal tahun.
CIMB Niaga memilih tetap pada proyeksi konservatifnya, karena sejak awal tahun telah menghitung potensi perlambatan transmisi kebijakan moneter. Kondisi ini membuat bank tidak dalam posisi harus menyesuaikan target secara drastis.
Meski pertumbuhan kredit melambat, CIMB Niaga mengandalkan diversifikasi pendapatan guna menjaga kinerja bisnis. “Fee based income menjadi semakin penting di luar interest income. Kami dorong dari wealth management, transaksi dan lainnya,” ujar Lani.
Sementara, PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) tetap memproyeksikan pertumbuhan bisnis secara kompetitif namun berkelanjutan di tengah kondisi ekonomi yang menunjukkan tanda-tanda perlambatan dan ketidakpastian.
Direktur Utama Allo Bank, Indra Utoyo, mengatakan bahwa pihaknya melihat perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional sebagai sinyal perlunya sikap yang lebih hati-hati.
Dia menilai bahwa meskipun perekonomian Indonesia menunjukan pertumbuhan sebesar 4,87% pada kuartal pertama 2025, namun terjadi perlambatan dibandingkan kuartal sebelumnya sebesar 5,02%.
Selain itu, Allo Bank turut melihat adanya penurunan daya beli masyarakat, deflasi pada beberapa bulan pada tahun 2024 dan awal 2025, tekanan likuiditas yang meningkat, persaingan DPK yang kian ketat dan pelemahan nilai tukar rupiah yang mencerminkan kondisi makro ekonomi Indonesia yang tidak sedang baik-baik saja.
"Kami bersikap optimis namun tetap penuh kehati-hatian dengan menetapkan target pertumbuhan bisnis untuk tahun ini secara kompetitif namun sustainable dengan level pertumbuhan di atas rata-rata pertumbuhan industri perbankan," ujar Indra kepada Bisnis, Selasa (27/5/2025).
Untuk menjaga kinerja di tengah tantangan tersebut, Allo Bank mengusung strategi berbasis model bisnis hibrida, yang mengintegrasikan layanan segmen retail dan wholesale secara digital.
Dirinya menjelaskan bahwa selama tahun 2025, Allo Bank akan menjalankan model bisnis hibrida di mana aktivitas segmen retail dan wholesale berjalan beriringan dan terintegrasi untuk mendukung pertumbuhan bisnis yang optimal.