Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta masyarakat untuk mewaspadai penipuan yang mengatasnamakan regulator sektor jasa keuangan itu. Salah satunya, terkait dengan program pemutihan pinjaman online (pinjol)
Dalam unggahan pada akun Instagram resmi @ojkindonesia, OJK menyatakan penipuan kini semakin marak terjadi. Masyarakat pun diminta hati-hati terhadap modus penipuan yang mencatut nama dan logo OJK dan menyebarkan berita hoax.
"OJK tidak pernah melakukan pemutihan pinjaman online," tulis OJK.
Melalui unggahan yang sama, OJK menampilkan sejumlah akun yang menggunakan logo OJK serta memuat hoax mengenai program pemutihan data pinjol mulai 1 Mei 2025. Postingan hoax tersebut juga mengajak masyarakat untuk konsultasi terkait penghapusan data pinjaman pinjol.
OJK juga telah mengumumkan akun TikTok resmi hanya @ojk_indonesia. Jika ada akun lain dengan nama lain, bisa dipastikan adalah akun palsu."Hati-hati terhadap penipuan akun TikTok yang mengatasnamakan OJK. Akun TikTok resmi OJK hanya @ojk_indonesia."
OJK pun mengimbau masyarakat agar memastikan kebenaran informasi yang beredar dengan menghubungi Kontak OJK 157 dengan nomor telepon 157 atau WhatsApp 081 157 157 157 dan email konsumen@ojk.go.id.
Data Pinjol Masuk SLIK
Terpisah, OJK memperkuat pengawasan terhadap industri fintech lending atau Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI/Pindar) dengan mewajibkan penyelenggara platform untuk melaporkan data peminjam ke Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) mulai 31 Juli 2025.
Kebijakan ini merupakan bagian dari implementasi Peraturan OJK Nomor 11 Tahun 2024 dan ditujukan untuk memperkuat manajemen risiko serta meningkatkan transparansi informasi debitur di sektor keuangan digital.
"Penyelenggara pindar wajib menjadi pelapor SLIK mulai 31 Juli 2025," ujar Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK M. Ismail Riyadi, dalam keterangan resmi OJK, dikutip Kamis (19/6/2025).
Dengan masuknya data pindar ke dalam SLIK, informasi debitur pinjol akan tercatat dalam sistem yang sama dengan perbankan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Hal ini memungkinkan lembaga keuangan memiliki akses terhadap riwayat pinjaman calon debitur secara menyeluruh, sehingga dapat meningkatkan akurasi penilaian kelayakan kredit.
Selain itu, OJK juga meminta penyelenggara Pindar memperkuat penerapan manajemen risiko, terutama dalam hal penilaian kapasitas pembayaran (repayment capacity) dan pelaksanaan electronic Know Your Customer (e-KYC). Kedua prinsip ini menjadi dasar utama dalam pemberian pendanaan.
Ismail menjelaskan ketentuan tersebut sejalan dengan SEOJK No. 19/SEOJK.06/2023, yang mengatur bahwa penyelenggara pindar wajib melakukan credit scoring dan memastikan jumlah pinjaman sesuai kemampuan finansial borrower.
Penyelenggara juga dilarang memberikan fasilitas pendanaan kepada borrower yang telah mendapatkan pinjaman dari tiga platform fintech lending, termasuk dari penyelenggara yang sama.
Langkah-langkah ini diambil untuk menekan risiko gagal bayar yang semakin mengkhawatirkan. OJK berharap ekosistem pindar dapat berjalan lebih sehat dan akuntabel, serta tetap mendukung pembiayaan produktif bagi masyarakat.
"Masyarakat diharapkan mempertimbangkan aspek kebutuhan dan kemampuan bayar secara cermat agar tidak terjebak dalam pinjaman online ilegal dan praktik gali lubang tutup lubang," tegasnya.